Ilmu Gharib al-Qur’an

HURUF ILAA ( إلى )
DAN PENGGUNAANNYA DALAM AL-QURAN

oleh:
Zunnayana Fairuz
Jurusan: UTH - UQ / Ushuluddin
Dosen Pembimbing: Ummul Aiman, MA



PENDAHULUAN

Umat Islam merupakan umat terpilih yang mendapatkan kitab suci yang abadi sepanjang zaman, yakni al-Quran al-Karim sebagai undang-undang dalam kehidupannya. Ini adalah bukti bahwa Allah tidak pernah menelantarkan manusia, tanpa memberikan kepadanya sebersit wahyu, dari waktu ke waktu, yang membimbingnya ke jalan petunjuk sehingga mereka dapat menjalani hidup dengan benar.
Al-Quran diturunkan dalam Bahasa Arab yang jelas, Firman Allah swt:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ  
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.
Aspek bahasa sangat penting untuk kita pahami sebagai sarana penggalian hukum dan hikmah dalam al-Quran, Karena fakta membuktikan bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama yang ditunjukkan kepada masyarakat Arab 15 abad yang lalu. Pemilihan kata dalam al-Qur’an tidak saja dalam arti keindahan, melainkan juga kekayaan makna yang dapat melahirkan beragam pemahaman sehingga akan memberi kepuasan akal sekaligus hati manusia.
Salah satu bentuk kata yang banyak dijumpai dalam al-Quran adalah kata ilaa yang merupakan bagian huruf jar. Maka, fokus utama pembahasan makalah ini adalah mengenai huruf ilaa ini. Kita akan melihat berbagai contohnya di dalam al-Quran dan penafsiran para mufassir tentang kata ini.


PEMBAHASAN

A.                     Definisi Huruf Jar Ilaa ( إلى )
Sebelum menguraikan pengertian huruf jar ilaa, pemakalah terlebih dahulu menjelaskan apa itu huruf. Al-harf adalah
كلمة د لَّت على معنىً فى غيرها
Kalimat (kata) yang menunjukkan makna apabila digabungkan dengan kalimah lainnya.[1]
Harf ini bermacam-macam bentuknya, ada harf qasam, harf jazam, harf jar, dan lain sebagainya. Huruf ilaa yang menjadi fokus pembahasan di sini merupakan bagian dari harf jar.
Dalam kamus al-Munjid, kata إلى merupakan huruf jar yang berarti intaha’i al-ghayah yaitu berakhirnya tujuan (penghabisan) al-zamaniyah dan al-makaaniyah (waktu dan tempat. Kata ilaa juga memiliki sinonim dengan kata ‘inda, lam, dan ma’a.[2]
Contoh intihai al-ghayah al-makaniyyah adalah
رجع الى البيتِ

Contoh intihai al-ghayah al-zamaniyah adalah
درس الى المساءِ

Menurut al-Ghalayaini dalam kitabnya Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah bahwa kata إلى mengandung tiga makna, yaitu:
1.                       الاء نتهاء  yang berarti penghabisan, tujuan, maksud, dan akhir. الاء نتهاء  terbagi empat, yaitu:
·             الغا ية الزما نية الاء نتهاء  (penghabisan yang berkaitan dengan waktu). Contohnya surat al-Baqarah: 187 
ثمّ اتمّ الصيام إلى اليل

·             الغا ية المكا نية الاء نتهاء  (penghabisan yang berkaitan dengan tempat). Contohnya surat al-Isra’: 1
من المسجد الحرام الى المسجد الاقصا
·             الغا ية فى الا شخا ص الاء نتهاء  (penghabisan yang berkaitan dengan diri seseorang). Contohnya:
جئت إليك
·             الغا ية الاحداث الاء نتهاء  (penghabisan yang berkaitan dengan perbuatan). Contohnya:
صل با التقوى الى رضا الله

2.                       مصا حبة (bermakna مع yakni bersama). Contohnya:
من انصا ري الى الله
3.                       عند (bermakna عند yakni pada, di). الى ini dinamakan المبيّنة. Contohnya:
ربّي السّجني احبّ اليّ ممّا يدعونني اليه[3]

Senada dengan pendapat di atas, para ahli tafsir juga menyebutkan dua bentuk makna yang sama dan sering dipakai oleh sebagian ulama dalam mengartikan huruf الى di dalam al-Quran, yakni bermakna kepada atau ke, bermakna مع  dan satu lagi penambahan yang bermakna فى.
Ada juga yang menambahkan satu bentuk lagi, yakni huruf الى bermakna الباء (dengan). Contohnya surat al-Baqarah ayat 14
و إذا خلوا الى شيا طينهم[4]


B.                     Huruf Ilaa ( إلى ) di dalam al-Quran

Huruf ilaa dalam ayat-ayat al-Quran menggunakan beragam makna yang lain, di antaranya:

Ø   Berakhirnya waktu
¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$#
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (al-Baqarah: 187)[5]
Potongan ayat ini menunjukkan makna bahwa berbuka puasa itu di saat matahari tenggelam sebagai ketetapan hukum syar’i. seperti yang telah disebutkan dalam kitab shahihain dari Amirul Mukminin, Umar bin Khattab ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda,
اذا اقبل الّيل من ههنا و ادبر النّهار من ههنا فقد افطر الصّا ئم
Apabila malam telah tiba dari arah ini dan siang hari pergi dari arah ini, berarti telah tiba waktu berbuka bagi orang yang berpuasa.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. melarang berpuasa wishal, yakni melanjutkan puasa dengan hari berikutnya tanpa makan sesuatu pun di antaranya. Rasulullah bersabda:
بفعل  ذلك النّصارى ولكن صوموا كما امركم الله (ثمّ ااتمّ الصيام إلى اليل) فإ ذا كان اليل فأ فطروا
Yang melakukan demikian hanyalah orang-orang Nasrani, tetapi berpuasalah kalian sebagaimana yangn diperintahkan oleh Allah “kemudian sempurnakanlah puasa utu sampai malam hari”, maka berbukalah kalian.[6]

Ø   Berakhirnya tempat
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uŽó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$#
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha. (al-Israa’: 1)[7]
Potongan ayat ini bercerita tentang peristiwa di-isra’mi’raj-kannya Nabi Muhammad oleh Allah swt dari Masjidil Haram yang berada di Mekkah ke Masjidil Aqsa atau Bait al-Muqaddas yang terletak di Elia (Yerussalem) tempat asal para nabi terdahulu sejak Nabi Ibrahim as.[8] Penggunaan kata bi pada kalimat bi’ abdihi mengisyaratkan bahwa perjalanan isra’ tersebut terjadi di bawah bimbingan dan taufik Allah swt. Nabi Muhammad bukan saja di-isra’-kan lalu dilepas begitu saja, tetapi isra’ dilakukan di bawah bimbingan-Nya secara terus-menerus bahkan disertai oleh-Nya.[9]

Ø   Kepada/Milik
(#qä9$s% ß`øtwU (#qä9'ré& ;o§qè% (#qä9'ré&ur <¨ù't/ 7ƒÏx© ãøBF{$#ur Å7øs9Î) ̍ÝàR$$sù #sŒ$tB tûï̍ãBù's? ÇÌÌÈ  
Mereka menjawab: "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu: Maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan". (al-Naml: 33)
Makna ayat di atas adalah berakhir kepada kamu. Kebanyakan para ulama tidak menyebutkan kecuali makna ini saja. Namun, ada juga yang mengatakannya sinonim dengan makna lam (milik).[10] Maksudnya adalah kata اليك juga bisa bermakna لك (milikmu).

Potongan ayat ini menggambarkan kondisi Ratu Balqis ketika meminta pertimbangan para penasihatnya tentang surat Nabi Sulaiman as. yang diberikan untuknya, tetapi mereka balik menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir tersebut kepada sang ratu dengan menyatakan kesiapan mereka untuk melakukan apapun keputusan itu.[11]

Ø   Kebersamaan (مع)
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$#
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. (al-Maidah: 6)
(#qè?#uäur #yJ»tFuø9$# öNæhs9ºuqøBr& ( Ÿwur (#qä9£t7oKs? y]ŠÎ7sƒø:$# É=Íh©Ü9$$Î/ ( Ÿwur (#þqè=ä.ù's? öNçlm;ºuqøBr& #n<Î) öNä3Ï9ºuqøBr& 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $\/qãm #ZŽÎ6x. ÇËÈ  
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (an-Nisaa’: 2)
Ar-Radhi berkata, “menurut penelitian maknanya adalah untuk menunjukkan akhir sesuatu, yaitu jika disandarkan kepada siku-siku dan kepada harta-harta kalian”.[12]
Orang yang berwudhu’ disunnatkan membasuh kedua tangannya dengan memulainya dari lengan hingga kedua hastanya ikut terbasuh. Surat al-Maidah ayat 6 ini semakna dengan surat an-Nisa ayat 2.[13]
Mengenai surah an-Nisaa’: 2, al-Hadzaq berkata bahwa kata ilaa pada ayat ini maknanya adalah menggabungkan. Maksudnya janganlah kalian menggabungkan dan mencampuradukkan harta mereka dengan harta kalian ketika makan dan menganggap harta anak yatim itu seperti harta mereka sehingga mereka berhak memanfaatkannya. Karena kebiasaan orang Arab mencampurkan harta mereka dengan harta anak yatim ketika memberi nafkah kepada mereka. Oleh karena itu mereka dilarang melakukannya.[14]
!$£Jn=sù ¡§ymr& 4|¤ŠÏã ãNåk÷]ÏB tøÿä3ø9$# tA$s% ô`tB üÍ$|ÁRr& n<Î) «!$# ( š^$s% šcqƒÍ#uqysø9$# ß`øtwU â$|ÁRr& «!$# $¨YtB#uä «!$$Î/ ôygô©$#ur $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÎËÈ  
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri. (Ali Imran: 52)
Al-Farra’ menjelaskan ketika Nabi Isa mengetahui kekufuran umatnya, Nabi Isa pun berkata pada para sahabatnya man ansharii ila Allah? Maknanya Nabi Isa meminta pertolongan kepada para sahabatnya itu untuk membatunya.
As-sadi, Ats-Tsauri, dan ulama lainnya berpendapat bahwa makna lafaz إلى pada ayat ini adalah مع (bersama). Maksudnya siapakah yang menjadi penolongku bersama Allah. Makna seperti ini juga terdapat pada surat an-Nisa ayat 2. Lain lagi dengan pendapat Al-Hasan yang berkata bahwa maksudnya adalah siapakah yang ingin menjadi penolongku untuk menegakkan ajaran Allah? Karena di sini Nabi Isa sedang mengajak mereka ke jalan Allah.[15]

Ø   Dzaraf, seperti di (في)
öNä3¨YyèyJôfus9 4n<Î) ÏQöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# Ÿw |=÷ƒu ÏmŠÏù 3  
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat. (an-Nisaa’: 87)

Ø   Menjelaskan (المبيّنة)
tA$s% Éb>u ß`ôfÅb¡9$# =ymr& ¥n<Î) $£JÏB ûÓÍ_tRqããôtƒ Ïmøs9Î) (
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku. (Yusuf: 33)[16]
Ibnu Malik berkata bahwa lafaz ilaa ini untuk menjelaskan sifat pelaku dari kata yang di-jar-kannya setelah menunjukkan makna mencintai atau membenci dari sebuah kata kerja ta’ajub atau tafdhil (perbandingan).
Ayat ini mengisahkan tentang do’a Nabi Yusuf yang memohon perlindungan kepada Allah agar dirinya terjaga dari rayuan untuk berbuat zina bersama Zulaikha. Meskipun beliau memiliki ketampanan yang luar biasa beliau berani menolak ajakan tuan wanitanya yang merupakan permaisuri Aziz negeri Mesir. Beliau lebih memilih penjara dari pada memenuhi ajakan wanita tersebut, karena takut kepada Allah swt.[17]

Ø   Penegasaan (توكيد)
ö@yèô_$$sù ZoyÏ«øùr& šÆÏiB Ĩ$¨Z9$# üÈqöksE öNÍköŽs9Î)
Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37)[18]
Quraish Shihab mengutip pendapat al-Biqa’i bahwa kata tahwi berasal dari kata hawa yang bermakna meluncur dari atas ke bawah dengan sangat cepat. Maksudnya menuju ke satu arah yang didorong oleh keinginan dan kerinduan. Bisa jadi karena doa Nabi Ibrahim lah yang menjadikan setiap muslim selalu merindukan datang ke Mekkah bahkan kembali terus secara berulang-ulang mengunjunginya.[19] Doa ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim setelah membangun Ka’bah. Makna sebagian manusia dikhususkan pada kaum muslimin.[20]
Pada kata اليهم, huruf الى dapat saja dibuang. Adapun penambahan huruf الى di sini bermaksud penegasan bahwa nabi Ibrahim berdoa pada Allah agar hati umatnya nanti benar-benar dicondongkan pada Ka’bah dalam artian dia akan selalu beribadah di sana karena Allah swt.


PENUTUP

A.                     Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan singkat mengenai huruf jar إلى, maka dapat kita simpulkan beberapa poin penting, yaitu:
ü   Huruf  إلى merupakan huruf jar yang bermakna dasar الاء نتهاء الغا ية  yang berarti penghabisan, tujuan, atau akhir. Lafaz ini bisa digunakan dengan makna yang beragam di dalam al-Quran tergantung pada konteks dan maksud dari suatu ayat. Serta juga mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang telah ditetapkan.
ü   Huruf jar إلى yang terdapat dalam al-Quran mengandung beberapa makna, di antaranya:
·                الغا ية الزما نية الاء نتهاء  (berakhirnya waktu)
·                الغا ية المكا نية الاء نتهاء (berakhirnya tempat)
·                مع (bersama)
·                عند (di sisi)
·                في (di)
·                للام (milik/kepada)
·                المبيّنة (menjelaskan)
·                توكيد (penegasan)
Akhir kata, sampai di sinilah pembahasan ini. Pemakalah berharap melalui makalah sederhana ini, kita dapat mengaplikasikan huruf ilaa dalam al-Quran. Dalam artian, kita setidaknya bisa menjumpai berbagai contoh ayat-ayat al-Quran lainnya yang menggunakan huruf ilaa dan menangkap makna yang terkadung di dalamnya. Wallahu‘alam bissawab.



DAFTAR PUSTAKA

Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Juz 12, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Juz 2. terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Juz 6. terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Juz 15. terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Imam Al-Qurthubi. 2007. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 4. terj. Dudi Rosyadi, dkk. Jakarta: Pustaka Azam.
Imam Al-Qurthubi. 2007. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 5. terj. Dudi Rosyadi, dkk. Jakarta: Pustaka Azam.
Imam Jalaluddin Suyuthi. 2008. Studi Al-Qur’an Komprehensif: Al-Itqan fii ‘Ulul Al-Quran Jilid I. terj. Tim Editor Indiva. Surakata: Indiva Pustaka.
Jamaluddin Abi ‘Abdirrahman Ibnu Al-Jauzy. 1984. Nuzhah Al-‘Ayun An-Nawadhir fii ‘Ilmi Al-Wujuh wa an-Nadhair. Beirut: Muassasah al-Risalah,.
Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Bernand Toffel al-Yassu’i. 2003. al-Munjid al-Wasith fi al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah. Beirut: Dar al-Masyriq.
M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. terj. Syihabuddin Jakarta: Gema Insani Press.
Quraish Shihab. 2009. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1. Jakarta: Lentera Hati.
Sayyid Quthb. 2001. Tafsir Fi-Zilalil Qur’an Jilid 8. Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Press.
Syaikh Mustafa al-Ghalayaini. 1993. Jami’ Al-Durus Al-‘Arabiyyah Juz 3. Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah.






[1] Terjemahan Matan Al-Jarumiyyah dan Imrithy, terj. Moch Anwar dan Anwar Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo, 2008) h. 4
[2] Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Bernand Toffel al-Yassu’i, al-Munjid al-Wasith fi al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2003) h. 31

[3] Syaikh Mustafa al-Ghalayaini, Jami’ Al-Durus Al-‘Arabiyyah Juz 3, (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah, 1993) h. 173-175
[4] Jamaluddin Abi ‘Abdirrahman Ibnu Al-Jauzy, Nuzhah Al-‘Ayun An-Nawadhir fii ‘Ilmi Al-Wujuh wa an-Nadhair, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1984) h.22-23
[5] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an Komprehensif: Al-Itqan fii’ Ulum Al-Quran  Jilid I, terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008) h. 611
[6] Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 2, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003) h. 215-216
[7] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an… h. 611
[8] Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 15, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003) h. 3
[9] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) h. 12
[10] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an… h. 611-612
[11] Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zilalil Qur’an Jilid 8, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. (Jakarta: Robbani Press, 2004), hal. 398.
[12] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an… h. 611-612
[13] Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 6, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003) h. 268
[14] Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 5, terj. Dudi Rosyadi, dkk., (Jakarta: Pustaka Azam, 2008) h. 27-28
[15] Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 4, terj. Dudi Rosyadi, dkk., (Jakarta: Pustaka Azam, 2008) h. 261-262
[16] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an… h. 612
[17] Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 12, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003) h. 247-248
[18] Imam Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an… h. 612
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Vol. 6, (Jakarta: Lentera HAti, 2012) h. 390
[20] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press. 1999) h. 967

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam readers.....ini adalah blog sederhanaku. Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa berikan komentarmu untuk postinganku ya, karena apa yang aku tulis disini tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangnnya^^