MENELUSURI JEJAK PEMIKIRAN SAYYID AHMAD KHAN
oleh:
Zunnayana
Fairuz
Jurusan: UTH - UQ / Ushuluddin
Dosen
Pembimbing: Dr. Moh. Tantowi, M. Ag
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada mulanya India dan
Pakistan merupakan kesatuan wilayah yang terletak di kawasan Asia Selatan. Perjalanan
sejarah keduanya banyak diwarnai dengan berbagai pertentangan yang disebabkan
kenyataan bahwa masyarakat di wilayah
tersebut terdiri dari berbagai kelompok dan ras yang memiliki keturunan,
kebudayaan, dan kepercayaan yang berbeda. Dengan kata lain, tidak pernah
terjadi kesatuan politik. Hal inilah yang mengakibatkan wilayah ini mudah
ditaklukkan oleh kekuatan lain, salah satunya Islam yang secara resmi masuk melalui
Dinasti Mughal pada tahun 711 M. Namun, memasuki abad ke-19 M, secara bertahap
imperium Mughal pun dilindas oleh East
India Company yang mulai membentuk koloninya di Indo-Pakistan pada tahun
1757 M. Setelah pemberontakan 1857, imperium Mughal pun secara resmi bertekuk
lutut di bawah kekuasaan Inggris.
Pada saat Inggris
berkuasa, kemajuan kebudayaan dan peradaban Barat sudah dapat dirasakan oleh
orang-orang India, baik umat Hindu maupun umat Islam. Namun, umat Hindu lah
yang banyak menyerap kemajuan Barat, sehingga mereka lebih maju dari umat Islam
dan lebih banyak bekerja di kantor Inggris. Ketidakseimbangan ini menyebabkan
terjadinya kesenjangan antara Umat Islam dan Hindu.yang akhirnya melahirkan
ide-ide gerakan pembaharuan dari umat Islam. Di samping itu meletusnya
pemberontakan 1857 antar rakyat India dan pihak kolonial Inggris juga makin
memperparah keadaan India, khususnya umat Islam sendiri. Untuk meredam pertikaian itu, maka pada saat
itu muncullah seorang tokoh pembaharu yang menggebrak keadaan. Dialah Sayyid
Ahmad Khan. Dia hadir dengan memberikan
solusi untuk saling bekerjasama antar rakyat India dengan pihak kolonial Inggris.
konsep ini jelas sangat berbeda dengan tokoh pendahulunya, Abu Hasan Al-Maududi
yang sangat anti dengan Inggris. Bahkan, Ide Ahmad khan ini sempat ditentang
oleh sebagian umat Islam. Dengan sikap modernisnya yang kooperatif terhadap
Inggris, Ahmad Khan mengajak umat Islam untuk maju dengan cara menguasai
kemajuan teknologi Barat dan hal ini dapat diwujudkan apabila umat Islam mau
bekerjasama dengan kolonialis Inggris. Maka, pada saat inilah umat Islam India
mengawali babak baru permbaharuan dalam tubuhnya yang sempat gagal di masa
dahulu.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirangkum beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimanakah biografi Sayyid
Ahmad Khan ?
2.
Bagaimanakah ide pemikiran Sayyid
Ahmad Khan ?
3.
Bagaimanakah analisis kritis kita
terhadap pemikiran Sayyid Ahmad Khan ?
PEMBAHASAN
A.
Biografi Sayyid Ahmad Khan
Sayyid
Ahmad Khan merupakan salah satu tokoh reformis Islam India abad ke-19 yang bernama
lengkap Sir Sayyid Ahmad
Khan Ibnu al-Muttaqi Ibnu al-Hadi al-Hasani al-Dahlawi.[1]
Ia dilahirkan di Delhi pada tanggal 17 oktober 1817 dan menurut keterangan ia
berasal dari keturunan husein, yaitu cucu nabi Muhammad saw. melalui Fatimah
binti ali. Kakeknya Sayyid Hadi adalah pembesar istana di zaman Alamghir II
(1754-1759). Ahmad khan mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan
agamanya. Ia juga mempelajari bahasa Arab dan Persia. Ia adalah seorang yang
rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang
ilmu pengetahuan.[2]
Ketika
berusia 18 tahun beliau memasuki lapangan pekerjaan pada Serikat India Timur.
Disana beliau bekerja sebagai hakim dan di tahun 1846 beliau pulang ke Delhi
yaitu daerah asalnya untuk meneruskan studi. Selain pekerjaan itu, beliau juga
pandai menulis dan mengarang sehingga beliau berhasil mengeluarkan karya-karya
diantaranya yang diberi nama Ahtar Al-Sanadid.[3]
Pada masa pemberontakan 1857, Ahmad Khan berusaha
untuk mencegah terjadinya kekerasan. Ia pun banyak menolong orang-orang Inggris
dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka,
sehingga mereka pun ingin membalas jasanya, namun hadiah yang dianugrahkan
Inggris padanya ia tolak. Gelar sir yang kemudian diberikan padanya
dapat ia terima.[4] Kondisi ini menyebabkan terciptanya hubungan yang
baik antara Ahmad Khan dengan kolonialis Inggris. Hubungan baik ini ia
manfaatkan untuk kepentingan umat Islam India.
Menurut
Sayyid Ahmad Khan, kemajuan umat Islam di India hanya dapat diwujudkan dengan
menjalin hubungan yang baik dengan pihak Inggris, karena pada saat itu Inggris
merupakan penguasa yang kuat di India. Oleh karena itu, menentang kekuasaan
mereka tidak akan membawa kebaikan, yang ada hanyalah kemunduran dan akhirnya
akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu-India. Di samping itu, umat Islam
akan lebih maju jika mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern
yang merupakan dasar ketinggian dan kekuatan Barat.[5]
Cita-cita Ahmad Khan untuk
mendirikan sebuah universitas akhirnya terwujud dengan diletakkannya batu
pertama pembangunan universitas tersebut oleh Gubernur Jendral Lord Lotion pada
tanggal 8 Januari 1877 di kota Aligarth. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Muhammedan Anglo Oriental College, yang
lebih dikenal dengan Aligarth College.
Masa-masa akhir hayatnya digunakan untuk mewujudkan Aligarth College
yang didirikannya itu. Sayyid Ahmad Khan meninggal pada usia 81 tahun. Meskipun
Ahmad Khan telah tiada, namun sampai kini gagasan-gagasannya masih banyak diulas
oleh para ilmuwan dan akademisi.[6]
B.
Konsep pemikiran Sayyed
Ahmad Khan
Pemberontakan
yang melanda India di tahun 1857, dipicu oleh sikap Inggris yang tidak bersahabat
dengan rakyat India. Orang-orang India, baik umat Islam maupun umat Hindu tidak
diikutsertakan di parlemen. Selain itu, Inggris juga mengintervensi dalam
hal-hal keagamaan. Implikasi dari revolusi ini justru merugikan umat Islam yang
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya pemberontakan 1857. Pemerintah Inggris pun merangkul umat Hindu
dan mengucilkan umat Islam. Kondisi ini membuat umat Islam lemah, ditambah lagi
dari segi kuantitas umat Islam tergolong minoritas. Menyadari hal tersebut,
tampillah Sayyid Ahmad Khan dengan ide pembaharuannya. Menurutnya loyalitas
kepada kolonialis adalah suatu keharusan untuk mensejahterakan umat Islam.[7]
Sayyid
Ahmad Khan, setidaknya memiliki konsep pemikiran politik seperti berikut:
1.
Berusaha meyakinkan
Inggris bahwa umat Islam bukanlah pemicu utama terjadinya pemberontakan 1857
dengan mengeluarkan dua buah karya yang berjudul Tharikhi Sarkhasi Bijnaur dan
Ashabi Baghwat al-Hind (berkisah tentang penjelasan latar belakang
terjadinya peristiwa 1857 M)
2.
Menyadarkan
umat Islam bahwa untuk menjadi kuat, mereka harus mentrasformasikan ilmu dan
teknologi Inggris sebanyak-banyaknya dalam berbagai hal. Untuk itulah umat
Islam harus bekerja sama dengan Inggris. Ia juga membujuk pihak Inggris agar
mengubah sikap kejamnya terhadap umat Islam.
3.
Umat Islam
harus memiliki negara sendiri dan terpisah dari umat Hindu. Karena bersatu
dengan umat Hindu akan membuat minoritas umat Islam yang rendah kemajuannya
tenggelam dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Hal inilah yang
dikenal dengan sebuah gagasan ‘komunalisme’.[8]
Ahmad
Khan melihat bahwa umat Islam mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan
zaman. Peradaban Islam klasik telah lenyap dan telah muncul peradaban baru yang
berada di Barat. Pondasi peraban baru ini adalah ilmu pengetahuan adan
teknologi. Inilah yang menjadi sebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang
Barat.[9]
Menurutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pendayagunaan
akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, al-Qur’an sangat mendorong umat Islam
untuk menggunakan akalnya dalam bidang - bidang yang luas. Akal bagi Ahmad Khan
menduduki posisi yang tinggi. Namun, sebagai umat Islam yang mengimani wahyu,
ia percaya bahwa jangkauan akal juga terbatas.[10]
Dalam hal ini ia berpaham qadariyah.
Dalam
hal sumber hukum Islam, beliau hanya mempercayai al-Qur’an dan hadits. Namun,
beliau sangat kritis terhadap hadits, karena menurutnya hadis banyak yang palsu,
malah hadis yang shahih saja jika bertentangan dengan al-Qur’an perlu
dipertimbangkan lagi dengan membuat konsep ijtihad baru dan rasionalisme.[11]
Ahmad Khan bukan mengingkari hadist, namun ia hanya tidak menerima hadist yang
tidak sesuai dengan hukum alam.
Menurutnya,
hadist yang matannya tidak sesuai dengan hukum alam harus dikaji dan diteliti
ulang. Ia juga sempat mengecam kalangan ahlu hadist dan menuduh mereka berbuat
teledor dalam meneliti matan-matan hadits tidak seperti penelitian mereka
terhadap sanad hadits. Ahmad Khan hanya akan menerima hadits yang sesuai dengan
nash al-Qur’an atau logika dan eksperimen manusia di samping itu juga tidak
bertentangan dengan realitas sejarah yang diakui. Bahkan lebih jauh lagi, Hamid
an-Nashr menjelaskan bahwa Ahamd Khan menolak adanya mukjizat. Seperti saat ia
menolak kisah Nabi Ibrahim yang dimasukkan dalam api, lahirnya Nabi Isa tanpa
seorang ayah dan kisah Nabi Yunus yang ditelan oleh ikan paus.[12] Pangkal
semua pendapat ini ialah dikarenakan Ahmad Khan menganut kepercayaan hukum alam
yang kuat.
Sejalan
dengan konsep pemikirannya di atas, Ahmad Khan juga menilai bahwa pendapat
ulama klasik tidak mengikat bagi umat
Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman
modern dikarenakan manusia senantiasa mengalami perubahan, ijtihad baru pun
sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan pelaksaan ajaran Islam dengan kondisi
manusia yang senantiasa berubah. Oleh karena itu, ia amat menentang adanya
taklid.[13]
Meskipun
Ahmad Khan sempat dituduh kafir karena kepercayaannya yang kuat terhadap hukum
alam yang dapat membawanya pada paham naturalisme dan materialisme yang
akhirnya membawa pula kepada keyakinan tidak adanya Tuhan, kemudian sikap kaum
Nasionalis India yang menganggap Ahmad Khan sebagai musuh karena loyalitasnya
terhadap pihak kolonial Inggris, namun dianggap teman oleh orang Inggris,[14] hal
ini tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap tampil sebagai pembaharu Islam
yang memacu umat Islam untuk terus memperbaiki dirinya ke arah kemajuan. Semua
tantangan ini dijawab dengan keberhasilannya dalam membentuk lembaga-lembaga
pendidikan di India.
Ahmad
Khan banyak mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membenahi dan membekali umat
Islam dengan pedidikan mutakhir dan
nilai-nilai tata susila Islam.[15]
Hal ini terbukti dengan usahanya dalam membentuk lembaga pendidikan untuk
mencerdaskan umat Islam India seperti, The
Transilation Society (1859) di Moradabad untuk menerjemahkan buku-buku seni
dan sains. Untuk meningkatkan moral dan aktivitas dibentuk sekolah Mohammedan Anglo Oriental College – MAOC
(1875) yang kemudian berubah menjadi Universitas Aligarh (1920) dengan memakai
kurikulum Barat.[16]
Ini merupakan karya terbesar Ahmad Khan yang paling bersejarah dan berpengaruh
dalam usaha beliau memajukan umat islam di India sehingga membawa kemajuan yang
pesat dalam membentuk mentalitas pembaharu. Lembaga pendidikan tersebut juga
memberikan inspirasi keislaman yang kuat bagi tokoh-tokoh yang tidak hanya
memainkan peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan India, tetapi juga
berhasil mempersembahkan Pakistan.[17]
Perhatian
Sayyid Ahmad Khan terhadap pendidikan umat Islam India memang sangat besar,
namun pengaruhnya tidak hanya terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui
tulisan-tulisannya di Tahzib al-Akhlak,
ia memberikan penafsiran-penafsiran baru dalam ajaran Islam dan berusaha untuk
merubah mentalitas umat Islam yang menyebabkan mereka terhambat dalam
memperoleh kemajuan. Menurutnya jalan yang efektif untuk merubah mentalitas
memanglah pendidikan.[18]
C.
Analisis Kritis terhadap
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
Berdasarkan pemaparan konsep pemikiran Ahmad Khan di
atas, kami menyimpulkan bahwa ide pembaharuannya dapat ditinjau ibarat dua sisi
mata uang yang berbeda, ada nilai-nilai positif dan ada pula yang bernilai
negatif.
Menurut kami, Ahmad Khan terlepas dari
pemikirannya yang liberal telah mampu menyadarkan umat Islam untuk maju dengan
cara menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menjadi pondasi
kemajuan peradaban Barat. Karena kecintaannya terhadap ilmu begitu besar, ia
dapat mewujudkan cita-citanya dalam mencerdaskan orang-orang India dengan
membangun berbagai lembaga pendidikan, dan yang paling terkenal adalah
Universitas Aligarh. Konsep pemikirannya telah menjadi inspirasi bagi para
tokoh reformis India selanjutnya, seperti Iqbal, Ali Jinnah yang berhasil
mempersembahkan negara Islam Pakistan.
Dalam konteks pembaharuan
Islam di India-Pakistan, pendidikan memang sangat diperlukan. Pendidikan akan
memberikan pemahaman bagi rakyat India, khususnya umat Islam tentang nilai-nilai persatuan, nilai-nilai moral, dan
keagamaan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa India terdiri dari masyarakat
majemuk yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Namun, dibalik kelebihan pemikirannya, Ahmad Khan memiliki
nilai minus dikarenakan ia sangat terlena dengan kemajuan Barat. Ia melihat
pentingnya peradaban Barat (Inggris) diterapkan dalam umat Islam India tanpa
memperhatikan berbagai kelebihan umat Islam yang pernah mengalami kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat seperti pada masa dinasti Abbasiyah. Selain itu, mindset-nya yang liberal mempengaruhi
cara pandang beliau dalam melihat sumber hukum Islam. Menurutnya, sumber hukum
Islam hanya al-Qur’an dan hadits. Hadis
pun harus dikritisi dan diteliti, karena hadis sudah banyak yang maudhu’
sedang Ijma’dan Qiyas baginya bukan sumber Islam yang bersifat
absolut. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang harus difilter ulang oleh umat
Islam dunia. Karena seperti yang kita tahu, Barat tidak akan pernah bisa
menjadi kiblat pemikiran umat Islam.
Kesalahan fatal dari
seorang Ahmad Khan menurut kami adalah ketika ia tidak mempercayai adanya
mukjizat atau kemamapuan luar biasa yang dimiliki oleh para Nabi. Hal ini
disebakan oleh kuatnya kepercayaan Ahmad Khan terhadap hukum alam. Peristiwa
seperti lahirnya Nabi Isa tanpa seorang ayah, kisah Nabi Ibrahim yang
dimasukkan ke dalam api dan Nabi Yunus yang ditelan oleh ikan paus, menurutnya
semua peristiwa di atas menyimpang dari kaidah-kaidah hukum alam.
Terkadang pemikiran yang
terlalu rasional dapat membuat sesorang terpeleset, jika ia tidak patuh pada
hukum-hukum berpikir yang telah digariskan oleh sang Pencipta. Pemikiran Ahmad
Khan di atas dapat menjerumuskannya
dalam paham naturalisme dan materialisme. Memang seluruh kejadian di alam
semesta ini terjadi menurut hukum alam atau sunnatullah, akan tetapi
sudah semestinya seluruh kejadian ini, tidak hanya diukur dan dipahami menurut
kaidah hukum alam ataupun kerasionalitas akal semata, namun lebih jauh lagi ia
harus dipahami sebagai pesan yang harus ditangkap hakikatnya dibalik realita
itu sendiri. Al-Qur’an mengajarkan bahwa alam semesta ini adalah ibarat “buku”
yang harus dikaji dan diteliti supaya manusia dapat mengenal dan mengetahui
Allah swt. sebagai penyebab semua fenomena alam ini.
Satu hikmah penting yang dapat kita ambil dari Ahmad
Khan adalah corak berpikirnya yang
rasional. Bagaimana ia memberikan solusi kepada umat Islam India untuk tidak
ikut umat Hindu dalam melawan kolonialis Inggris, akan tetapi menjalin hubungan
yang akrab dengan pihak kolonialis. Karena perlawanan apapun yang mereka
berikan, toh tidak akan memperbaiki kondisi umat Islam yang sangat lemah pada
saat itu. Tidak hanya dalam hal politik saja, ia juga banyak memberikan
penafsiran yang rasional terhadap persoalan agama.
Tetapi, catatan penting yang perlu kita ingat bahwa
bagaimanakah cara berpikir rasional yang benar agar hasil kesimpulannnya tidak
bertabrakan dengan wahyu Allah. Menurut kami, cara berpikir rasional yang benar
adalah berpikir logis yang tidak hanya masuk akal dan sesuai dengan
kaidah-kaidah logika tetapi, ia juga harus sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah.
Dalam hal-hal yang dhanni (persoalan duniawi), akal diberi ruang yang
besar untuk berpikir, namun dalam hal-hal yang qathi’i (Qur’an dan
sunnah) akal hanya membenarkan, memahami dan menerima informasi yang telah
disampaikan. Dalam alam ghaib, fungsi akal hanya sekadar menerima informasi,
memahami, dan membenarkan. Adapun dalam alam nyata, objek dan komponennya
berada dalam batas ruang dan waktu. Akal manusia bertugas menyelidikinya untuk
sampai pada hakikat.
Terakhir, sejatinya,
suatu pembaharuan itu bermakna memperbaharui bukan merubah. Seorang pembaharu
Islam seharusnya tidak merubah hal-hal yang fundamental dalam Islam, tetapi hanya
memperbaharui hal-hal yang sudah tidak relevan lagi pada masanya. Sehingga
tampillah agama Islam itu sebagai sebuah agama yang sesuai dengan arah kemajuan
peradaban manusia. Lebih jauh lagi,
menurut kami aqidah (nilai-nilai keimanan) umat Islam dalam tataran yang luas
jika diamalkan dengan baik, maka aqidah itu dapat menjadi pondasi sekaligus
stimulus terkuat yang mendorong umat Islam dalam mencapai suatu kemajuan
peradaban. Tidak hanya dalam masalah ruhaniyahnya saja, tetapi
juga manhajiyah, fikriyah, serta menjadi asasul inqilab dalam
kehidupan umat manusia. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh
Ahamd Khan dalam proses pembaharuannya. Karena kecerdasan seorang muslim tidak
akan bernilai tanpa dibarengi dengan unsur-unsur keimanan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sayyid Ahmad Khan merupakan figur pembaharu abad ke-19
yang pemikirannya mengambil peranan penting dalam mengatasi kesenjangan
intelektual yang terjadi antara umat Islam dan umat Hindu. ide-ide
pembaharuannya dapat digambarkan sebagai berikut:
·
Dalam bidang sosial-politik, Ahmad Khan menunjukkan
sikap loyalitasnya terhadap Ingggris untuk memajukan umat Islam India.
·
Dalam bidang agama, Ahmad Khan banyak memberikan
penafsiran-penafsiran baru dalam pemikiran ajaran Islam. Ia juga menentang
adanya taklid, sehingga ijtihad baru pun diperlukan.
·
Dalam bidang pendidikan, Ahmad Khan berkata bahwa
jalan bagi umat Islam untuk melepaskan diri dari kemunduran untuk mencapai
kemajuan adalah dengan cara menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi barat.
Inilah, gagasan-gagasan Sayyid Ahmad
Khan yang menurut kami lahir karena kekagumannya pada wajah peradaban Barat.
Terlepas dari sikapnya yang sangat kontroversi dengan para pendahulunya, ia
telah mampu menyadarkan umat Islam India, bahwa pendidikan merupakan jalan
keluar dari kemunduran yang mereka rasakan. Berbagai gagasannya telah menginspirasi
lahirnya para pembaharu umat Islam di anak benua India.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Taufik dkk. 2005. Sejarah
Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo. (Pustaka
Wilayah)
Amir Hassan Siddiqi. 1987. Studies
in Islamic History. Terj. Irawan M.J. Bandung: Al-Ma’arif. (Pustaka Fak. Ushuluddin)
Dudung Abdurrahman dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari
masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: LESFI. (Pustaka Mesjid Raya)
Harun Nasution. 1996. Pembaharuan
dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
(Pustaka Kawan – Nini)
Harun Nasution. 2003. Pembaharuan Dalam
Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. (Pustaka
Mesjid Raya)
Http://banjirembun.blogspot.com/2012/05/pemikiran-modern-sayyid-ahmad-khan.html diakses tanggal 18/11/2012
Http://k-setian.blogspot.com/2011/12/pemikiran-sayyid-ahmad-khan.html diakses tanggal 18/11/2012
Http://www.referensimakalah.com/2012/07/biografi-sayyid-ahmad-khan.html diakses tanggal 17/11/2012
Muhammad Asrori. 2009. Studi Islam
Kontemporer. Malang: UIN Malang Press. (Pustaka IAIN)
Muhammad Hamid An-Nashr. 2004. Modernisasi
Islam: Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam Liberal. Terj.
Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq. (Pustaka Mesjid Raya)
[1] http://www.referensimakalah.com/2012/07/biografi-sayyid-ahmad-khan.html diakses tanggal 17/11/2012
[2] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam:
Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1966) hal. 165
[3] Akhmad Taufik dkk., Sejarah Pemikiran Dan
Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 106
[4] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 165
[5] Akhmad Taufik dkk., Sejarah Pemikiran… hal. 107
[6] http://k-setian.blogspot.com/2011/12/pemikiran-sayyid-ahmad-khan.html diakses tanggal 18/11/2012
[7] Dudung Abdurrahman dkk., Sejarah Peradaban
Islam dari masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2002) hal. 190
[8] Muhammad Asori, Studi Islam Kontemporer, (Malang: UIN
Malang Press, 2009) hal. 122
[9] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam:
Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) hal. 160
[10] http://banjirembun.blogspot.com/2012/05/pemikiran-modern-sayyid-ahmad-khan.html
diakses tanggal 18/11/2012
[11] Akhmad Taufik dkk., Sejarah Pemikiran… hal. 109
[12] Muhammad Hamid An-Nashr, Modernisasi
Islam: Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam Liberal, terj.
Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2004) hal. 79-81
[13] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 169
[14] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 161 dan 165
[15] Amir Hassan Siddiqi, Studies in Islamic History, terj. Irawan
M.J. (Bandung: Al-Ma’arif, 1987) hal.
226
[16] Dudung Abdurrahman
dkk., Sejara Peradaban Islam... hal. 190
[17] Amir Hassan Siddiqi, Studies in
Islamic History… hal. 226
[18] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 169-171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam readers.....ini adalah blog sederhanaku. Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa berikan komentarmu untuk postinganku ya, karena apa yang aku tulis disini tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangnnya^^