Pembaharuan di India dan Pakistan

MENELUSURI JEJAK PEMIKIRAN SAYYID AHMAD KHAN

oleh:
Zunnayana Fairuz
Jurusan: UTH - UQ / Ushuluddin
Dosen Pembimbing: Dr. Moh. Tantowi, M. Ag


PENDAHULUAN
A.                 Latar Belakang
Pada mulanya India dan Pakistan merupakan kesatuan wilayah yang terletak di kawasan Asia Selatan. Perjalanan sejarah keduanya banyak diwarnai dengan berbagai pertentangan yang disebabkan kenyataan  bahwa masyarakat di wilayah tersebut terdiri dari berbagai kelompok dan ras yang memiliki keturunan, kebudayaan, dan kepercayaan yang berbeda. Dengan kata lain, tidak pernah terjadi kesatuan politik. Hal inilah yang mengakibatkan wilayah ini mudah ditaklukkan oleh kekuatan lain, salah satunya Islam yang secara resmi masuk melalui Dinasti Mughal pada tahun 711 M. Namun, memasuki abad ke-19 M, secara bertahap imperium Mughal pun dilindas oleh East India Company yang mulai membentuk koloninya di Indo-Pakistan pada tahun 1757 M. Setelah pemberontakan 1857, imperium Mughal pun secara resmi bertekuk lutut di bawah kekuasaan Inggris.
Pada saat Inggris berkuasa, kemajuan kebudayaan dan peradaban Barat sudah dapat dirasakan oleh orang-orang India, baik umat Hindu maupun umat Islam. Namun, umat Hindu lah yang banyak menyerap kemajuan Barat, sehingga mereka lebih maju dari umat Islam dan lebih banyak bekerja di kantor Inggris. Ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara Umat Islam dan Hindu.yang akhirnya melahirkan ide-ide gerakan pembaharuan dari umat Islam. Di samping itu meletusnya pemberontakan 1857 antar rakyat India dan pihak kolonial Inggris juga makin memperparah keadaan India, khususnya umat Islam sendiri.  Untuk meredam pertikaian itu, maka pada saat itu muncullah seorang tokoh pembaharu yang menggebrak keadaan. Dialah Sayyid Ahmad Khan. Dia hadir dengan  memberikan solusi untuk saling bekerjasama antar rakyat India dengan pihak kolonial Inggris. konsep ini jelas sangat berbeda dengan tokoh pendahulunya, Abu Hasan Al-Maududi yang sangat anti dengan Inggris. Bahkan, Ide Ahmad khan ini sempat ditentang oleh sebagian umat Islam. Dengan sikap modernisnya yang kooperatif terhadap Inggris, Ahmad Khan mengajak umat Islam untuk maju dengan cara menguasai kemajuan teknologi Barat dan hal ini dapat diwujudkan apabila umat Islam mau bekerjasama dengan kolonialis Inggris. Maka, pada saat inilah umat Islam India mengawali babak baru permbaharuan dalam tubuhnya yang sempat gagal di masa dahulu. 

  
B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirangkum beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah biografi Sayyid Ahmad Khan ?
2.    Bagaimanakah ide pemikiran Sayyid Ahmad Khan ?
3.    Bagaimanakah analisis kritis kita terhadap pemikiran Sayyid Ahmad Khan ?


PEMBAHASAN
A.                 Biografi Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan merupakan salah satu tokoh  reformis Islam India abad ke-19 yang bernama lengkap Sir Sayyid Ahmad Khan Ibnu al-Muttaqi Ibnu al-Hadi al-Hasani al-Dahlawi.[1] Ia dilahirkan di Delhi pada tanggal 17 oktober 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan husein, yaitu cucu nabi Muhammad saw. melalui Fatimah binti ali. Kakeknya Sayyid Hadi adalah pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Ahmad khan mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agamanya. Ia juga mempelajari bahasa Arab dan Persia. Ia adalah seorang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang ilmu pengetahuan.[2]
Ketika berusia 18 tahun beliau memasuki lapangan pekerjaan pada Serikat India Timur. Disana beliau bekerja sebagai hakim dan di tahun 1846 beliau pulang ke Delhi yaitu daerah asalnya untuk meneruskan studi. Selain pekerjaan itu, beliau juga pandai menulis dan mengarang sehingga beliau berhasil mengeluarkan karya-karya diantaranya yang diberi nama Ahtar Al-Sanadid.[3]
Pada masa pemberontakan 1857, Ahmad Khan berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan. Ia pun banyak menolong orang-orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka, sehingga mereka pun ingin membalas jasanya, namun hadiah yang dianugrahkan Inggris padanya ia tolak. Gelar sir yang kemudian diberikan padanya dapat ia terima.[4] Kondisi ini menyebabkan terciptanya hubungan yang baik antara Ahmad Khan dengan kolonialis Inggris. Hubungan baik ini ia manfaatkan untuk kepentingan umat Islam India.
Menurut Sayyid Ahmad Khan, kemajuan umat Islam di India hanya dapat diwujudkan dengan menjalin hubungan yang baik dengan pihak Inggris, karena pada saat itu Inggris merupakan penguasa yang kuat di India. Oleh karena itu, menentang kekuasaan mereka tidak akan membawa kebaikan, yang ada hanyalah kemunduran dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu-India. Di samping itu, umat Islam akan lebih maju jika mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang merupakan dasar ketinggian dan kekuatan Barat.[5]

Cita-cita Ahmad Khan untuk mendirikan sebuah universitas akhirnya terwujud dengan diletakkannya batu pertama pembangunan universitas tersebut oleh Gubernur Jendral Lord Lotion pada tanggal 8 Januari 1877 di kota Aligarth. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Muhammedan Anglo Oriental College, yang lebih dikenal dengan Aligarth College. Masa-masa akhir hayatnya digunakan untuk mewujudkan Aligarth College yang didirikannya itu. Sayyid Ahmad Khan meninggal pada usia 81 tahun. Meskipun Ahmad Khan telah tiada, namun sampai kini gagasan-gagasannya masih banyak diulas oleh para ilmuwan dan akademisi.[6]

B.                 Konsep pemikiran Sayyed Ahmad Khan
Pemberontakan yang melanda India di tahun 1857, dipicu oleh sikap Inggris yang tidak bersahabat dengan rakyat India. Orang-orang India, baik umat Islam maupun umat Hindu tidak diikutsertakan di parlemen. Selain itu, Inggris juga mengintervensi dalam hal-hal keagamaan. Implikasi dari revolusi ini justru merugikan umat Islam yang dianggap sebagai penyebab utama terjadinya pemberontakan 1857.  Pemerintah Inggris pun merangkul umat Hindu dan mengucilkan umat Islam. Kondisi ini membuat umat Islam lemah, ditambah lagi dari segi kuantitas umat Islam tergolong minoritas. Menyadari hal tersebut, tampillah Sayyid Ahmad Khan dengan ide pembaharuannya. Menurutnya loyalitas kepada kolonialis adalah suatu keharusan untuk mensejahterakan umat Islam.[7]                                            
Sayyid Ahmad Khan, setidaknya memiliki konsep pemikiran politik seperti berikut:
1.                  Berusaha meyakinkan Inggris bahwa umat Islam bukanlah pemicu utama terjadinya pemberontakan 1857 dengan mengeluarkan dua buah karya yang berjudul Tharikhi Sarkhasi Bijnaur dan Ashabi Baghwat al-Hind (berkisah tentang penjelasan latar belakang terjadinya peristiwa 1857 M)
2.                  Menyadarkan umat Islam bahwa untuk menjadi kuat, mereka harus mentrasformasikan ilmu dan teknologi Inggris sebanyak-banyaknya dalam berbagai hal. Untuk itulah umat Islam harus bekerja sama dengan Inggris. Ia juga membujuk pihak Inggris agar mengubah sikap kejamnya terhadap umat Islam.
3.                  Umat Islam harus memiliki negara sendiri dan terpisah dari umat Hindu. Karena bersatu dengan umat Hindu akan membuat minoritas umat Islam yang rendah kemajuannya tenggelam dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Hal inilah yang dikenal dengan sebuah gagasan ‘komunalisme’.[8]

Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah lenyap dan telah muncul peradaban baru yang berada di Barat. Pondasi peraban baru ini adalah ilmu pengetahuan adan teknologi. Inilah yang menjadi sebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat.[9] Menurutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pendayagunaan akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, al-Qur’an sangat mendorong umat Islam untuk menggunakan akalnya dalam bidang - bidang yang luas. Akal bagi Ahmad Khan menduduki posisi yang tinggi. Namun, sebagai umat Islam yang mengimani wahyu, ia percaya bahwa jangkauan akal juga terbatas.[10] Dalam hal ini ia berpaham qadariyah.
Dalam hal sumber hukum Islam, beliau hanya mempercayai al-Qur’an dan hadits. Namun, beliau sangat kritis terhadap hadits, karena menurutnya hadis banyak yang palsu, malah hadis yang shahih saja jika bertentangan dengan al-Qur’an perlu dipertimbangkan lagi dengan membuat konsep ijtihad baru dan rasionalisme.[11] Ahmad Khan bukan mengingkari hadist, namun ia hanya tidak menerima hadist yang tidak sesuai dengan hukum alam.
Menurutnya, hadist yang matannya tidak sesuai dengan hukum alam harus dikaji dan diteliti ulang. Ia juga sempat mengecam kalangan ahlu hadist dan menuduh mereka berbuat teledor dalam meneliti matan-matan hadits tidak seperti penelitian mereka terhadap sanad hadits. Ahmad Khan hanya akan menerima hadits yang sesuai dengan nash al-Qur’an atau logika dan eksperimen manusia di samping itu juga tidak bertentangan dengan realitas sejarah yang diakui. Bahkan lebih jauh lagi, Hamid an-Nashr menjelaskan bahwa Ahamd Khan menolak adanya mukjizat. Seperti saat ia menolak kisah Nabi Ibrahim yang dimasukkan dalam api, lahirnya Nabi Isa tanpa seorang ayah dan kisah Nabi Yunus yang ditelan oleh ikan paus.[12] Pangkal semua pendapat ini ialah dikarenakan Ahmad Khan menganut kepercayaan hukum alam yang kuat.
Sejalan dengan konsep pemikirannya di atas, Ahmad Khan juga menilai bahwa pendapat ulama klasik tidak mengikat  bagi umat Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern dikarenakan manusia senantiasa mengalami perubahan, ijtihad baru pun sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan pelaksaan ajaran Islam dengan kondisi manusia yang senantiasa berubah. Oleh karena itu, ia amat menentang adanya taklid.[13]
Meskipun Ahmad Khan sempat dituduh kafir karena kepercayaannya yang kuat terhadap hukum alam yang dapat membawanya pada paham naturalisme dan materialisme yang akhirnya membawa pula kepada keyakinan tidak adanya Tuhan, kemudian sikap kaum Nasionalis India yang menganggap Ahmad Khan sebagai musuh karena loyalitasnya terhadap pihak kolonial Inggris, namun dianggap teman oleh orang Inggris,[14] hal ini tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap tampil sebagai pembaharu Islam yang memacu umat Islam untuk terus memperbaiki dirinya ke arah kemajuan. Semua tantangan ini dijawab dengan keberhasilannya dalam membentuk lembaga-lembaga pendidikan di India.
Ahmad Khan banyak mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membenahi dan membekali umat Islam  dengan pedidikan mutakhir dan nilai-nilai tata susila Islam.[15] Hal ini terbukti dengan usahanya dalam membentuk lembaga pendidikan untuk mencerdaskan umat Islam India seperti, The Transilation Society (1859) di Moradabad untuk menerjemahkan buku-buku seni dan sains. Untuk meningkatkan moral dan aktivitas dibentuk sekolah Mohammedan Anglo Oriental College – MAOC (1875) yang kemudian berubah menjadi Universitas Aligarh (1920) dengan memakai kurikulum Barat.[16] Ini merupakan karya terbesar Ahmad Khan yang paling bersejarah dan berpengaruh dalam usaha beliau memajukan umat islam di India sehingga membawa kemajuan yang pesat dalam membentuk mentalitas pembaharu. Lembaga pendidikan tersebut juga memberikan inspirasi keislaman yang kuat bagi tokoh-tokoh yang tidak hanya memainkan peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan India, tetapi juga berhasil mempersembahkan Pakistan.[17]
Perhatian Sayyid Ahmad Khan terhadap pendidikan umat Islam India memang sangat besar, namun pengaruhnya tidak hanya terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui tulisan-tulisannya di Tahzib al-Akhlak, ia memberikan penafsiran-penafsiran baru dalam ajaran Islam dan berusaha untuk merubah mentalitas umat Islam yang menyebabkan mereka terhambat dalam memperoleh kemajuan. Menurutnya jalan yang efektif untuk merubah mentalitas memanglah pendidikan.[18]


C.                 Analisis Kritis terhadap Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
Berdasarkan pemaparan konsep pemikiran Ahmad Khan di atas, kami menyimpulkan bahwa ide pembaharuannya dapat ditinjau ibarat dua sisi mata uang yang berbeda, ada nilai-nilai positif dan ada pula yang bernilai negatif.
 Menurut kami, Ahmad Khan terlepas dari pemikirannya yang liberal telah mampu menyadarkan umat Islam untuk maju dengan cara menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menjadi pondasi kemajuan peradaban Barat. Karena kecintaannya terhadap ilmu begitu besar, ia dapat mewujudkan cita-citanya dalam mencerdaskan orang-orang India dengan membangun berbagai lembaga pendidikan, dan yang paling terkenal adalah Universitas Aligarh. Konsep pemikirannya telah menjadi inspirasi bagi para tokoh reformis India selanjutnya, seperti Iqbal, Ali Jinnah yang berhasil mempersembahkan negara Islam Pakistan.
Dalam konteks pembaharuan Islam di India-Pakistan, pendidikan memang sangat diperlukan. Pendidikan akan memberikan pemahaman bagi rakyat India, khususnya umat Islam tentang  nilai-nilai persatuan, nilai-nilai moral, dan keagamaan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa India terdiri dari masyarakat majemuk yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Namun, dibalik kelebihan pemikirannya, Ahmad Khan memiliki nilai minus dikarenakan ia sangat terlena dengan kemajuan Barat. Ia melihat pentingnya peradaban Barat (Inggris) diterapkan dalam umat Islam India tanpa memperhatikan berbagai kelebihan umat Islam yang pernah mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat seperti pada masa dinasti Abbasiyah. Selain itu, mindset-nya yang liberal mempengaruhi cara pandang beliau dalam melihat sumber hukum Islam. Menurutnya, sumber hukum Islam hanya al-Qur’an dan hadits. Hadis  pun harus dikritisi dan diteliti, karena hadis sudah banyak yang maudhu’ sedang Ijma’dan Qiyas baginya bukan sumber Islam yang bersifat absolut. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang harus difilter ulang oleh umat Islam dunia. Karena seperti yang kita tahu, Barat tidak akan pernah bisa menjadi kiblat pemikiran umat Islam.
Kesalahan fatal dari seorang Ahmad Khan menurut kami adalah ketika ia tidak mempercayai adanya mukjizat atau kemamapuan luar biasa yang dimiliki oleh para Nabi. Hal ini disebakan oleh kuatnya kepercayaan Ahmad Khan terhadap hukum alam. Peristiwa seperti lahirnya Nabi Isa tanpa seorang ayah, kisah Nabi Ibrahim yang dimasukkan ke dalam api dan Nabi Yunus yang ditelan oleh ikan paus, menurutnya semua peristiwa di atas menyimpang dari kaidah-kaidah hukum alam.
Terkadang pemikiran yang terlalu rasional dapat membuat sesorang terpeleset, jika ia tidak patuh pada hukum-hukum berpikir yang telah digariskan oleh sang Pencipta. Pemikiran Ahmad Khan di atas dapat  menjerumuskannya dalam paham naturalisme dan materialisme. Memang seluruh kejadian di alam semesta ini terjadi menurut hukum alam atau sunnatullah, akan tetapi sudah semestinya seluruh kejadian ini, tidak hanya diukur dan dipahami menurut kaidah hukum alam ataupun kerasionalitas akal semata, namun lebih jauh lagi ia harus dipahami sebagai pesan yang harus ditangkap hakikatnya dibalik realita itu sendiri. Al-Qur’an mengajarkan bahwa alam semesta ini adalah ibarat “buku” yang harus dikaji dan diteliti supaya manusia dapat mengenal dan mengetahui Allah swt. sebagai penyebab semua fenomena alam ini.
Satu hikmah penting yang dapat kita ambil dari Ahmad Khan adalah  corak berpikirnya yang rasional. Bagaimana ia memberikan solusi kepada umat Islam India untuk tidak ikut umat Hindu dalam melawan kolonialis Inggris, akan tetapi menjalin hubungan yang akrab dengan pihak kolonialis. Karena perlawanan apapun yang mereka berikan, toh tidak akan memperbaiki kondisi umat Islam yang sangat lemah pada saat itu. Tidak hanya dalam hal politik saja, ia juga banyak memberikan penafsiran yang rasional terhadap persoalan agama.
Tetapi, catatan penting yang perlu kita ingat bahwa bagaimanakah cara berpikir rasional yang benar agar hasil kesimpulannnya tidak bertabrakan dengan wahyu Allah. Menurut kami, cara berpikir rasional yang benar adalah berpikir logis yang tidak hanya masuk akal dan sesuai dengan kaidah-kaidah logika tetapi, ia juga harus sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah. Dalam hal-hal yang dhanni (persoalan duniawi), akal diberi ruang yang besar untuk berpikir, namun dalam hal-hal yang qathi’i (Qur’an dan sunnah) akal hanya membenarkan, memahami dan menerima informasi yang telah disampaikan. Dalam alam ghaib, fungsi akal hanya sekadar menerima informasi, memahami, dan membenarkan. Adapun dalam alam nyata, objek dan komponennya berada dalam batas ruang dan waktu. Akal manusia bertugas menyelidikinya untuk sampai pada hakikat.
Terakhir, sejatinya, suatu pembaharuan itu bermakna memperbaharui bukan merubah. Seorang pembaharu Islam seharusnya tidak merubah hal-hal yang fundamental dalam Islam, tetapi hanya memperbaharui hal-hal yang sudah tidak relevan lagi pada masanya. Sehingga tampillah agama Islam itu sebagai sebuah agama yang sesuai dengan arah kemajuan peradaban manusia.  Lebih jauh lagi, menurut kami aqidah (nilai-nilai keimanan) umat Islam dalam tataran yang luas jika diamalkan dengan baik, maka aqidah itu dapat menjadi pondasi sekaligus stimulus terkuat yang mendorong umat Islam dalam mencapai suatu kemajuan peradaban. Tidak hanya dalam masalah ruhaniyahnya saja, tetapi juga manhajiyah, fikriyah, serta menjadi asasul inqilab dalam kehidupan umat manusia. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh Ahamd Khan dalam proses pembaharuannya. Karena kecerdasan seorang muslim tidak akan bernilai tanpa dibarengi dengan unsur-unsur keimanan.


PENUTUP
A.                 Kesimpulan
Sayyid Ahmad Khan merupakan figur pembaharu abad ke-19 yang pemikirannya mengambil peranan penting dalam mengatasi kesenjangan intelektual yang terjadi antara umat Islam dan umat Hindu. ide-ide pembaharuannya dapat digambarkan sebagai berikut:
·           Dalam bidang sosial-politik, Ahmad Khan menunjukkan sikap loyalitasnya terhadap Ingggris untuk memajukan umat Islam India. 
·           Dalam bidang agama, Ahmad Khan banyak memberikan penafsiran-penafsiran baru dalam pemikiran ajaran Islam. Ia juga menentang adanya taklid, sehingga ijtihad baru pun diperlukan.
·           Dalam bidang pendidikan, Ahmad Khan berkata bahwa jalan bagi umat Islam untuk melepaskan diri dari kemunduran untuk mencapai kemajuan adalah dengan cara menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi barat.
Inilah, gagasan-gagasan Sayyid Ahmad Khan yang menurut kami lahir karena kekagumannya pada wajah peradaban Barat. Terlepas dari sikapnya yang sangat kontroversi dengan para pendahulunya, ia telah mampu menyadarkan umat Islam India, bahwa pendidikan merupakan jalan keluar dari kemunduran yang mereka rasakan. Berbagai gagasannya telah menginspirasi lahirnya para pembaharu umat Islam di anak benua India.



DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Taufik dkk. 2005. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo. (Pustaka Wilayah)
Amir Hassan Siddiqi. 1987. Studies in Islamic History. Terj. Irawan M.J. Bandung:  Al-Ma’arif. (Pustaka Fak. Ushuluddin)
Dudung Abdurrahman dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: LESFI. (Pustaka Mesjid Raya)
Harun Nasution. 1996. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. (Pustaka Kawan – Nini)
Harun Nasution. 2003. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. (Pustaka Mesjid Raya)
Muhammad Asrori. 2009. Studi Islam Kontemporer. Malang: UIN Malang Press. (Pustaka IAIN)
Muhammad Hamid An-Nashr. 2004. Modernisasi Islam: Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam Liberal. Terj. Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq. (Pustaka Mesjid Raya)






[2] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1966) hal. 165
[3] Akhmad Taufik dkk., Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005)  hal. 106
[4] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 165
[5] Akhmad Taufik dkk.,  Sejarah Pemikiran… hal. 107
[7] Dudung Abdurrahman dkk.,  Sejarah Peradaban Islam dari masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2002) hal. 190
[8] Muhammad Asori, Studi Islam Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2009) hal. 122
[9] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) hal. 160
[11] Akhmad Taufik dkk., Sejarah Pemikiran… hal. 109
[12] Muhammad Hamid An-Nashr, Modernisasi Islam: Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam Liberal, terj. Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2004) hal. 79-81
[13] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 169
[14] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 161 dan 165
[15] Amir Hassan Siddiqi, Studies in Islamic History, terj. Irawan M.J. (Bandung:  Al-Ma’arif, 1987) hal. 226
[16] Dudung Abdurrahman dkk.,  Sejara Peradaban Islam... hal. 190
[17] Amir Hassan Siddiqi, Studies in Islamic History… hal. 226
[18] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam… hal. 169-171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam readers.....ini adalah blog sederhanaku. Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa berikan komentarmu untuk postinganku ya, karena apa yang aku tulis disini tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangnnya^^