oleh:
Zunnayana Fairuz
Jurusan: UTH - UQ / Ushuluddin
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat muslimin yang menjadi sumber
pokok ajaran Islam untuk diimani dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari
agar senantiasa memperoleh kebaikan di dunia maupun di akhirat. Kalamullah yang agung ini memiliki
keunikan baik dari segi bahasa, makna yang tak pernah habis digali, serta kandungannya yang memberitahukan hal-hal yang
terjadi di masa lampau, sekarang bahkan masa depan.
Fenomena kemukjizatan al-Quran sebagai mukjizat terbesar Rasulullah
saw. ternyata ibarat magnet yang selalu menarik minat manusia untuk mengkaji
dan meneliti kandungan makna dan kebenarannya. Al-Qur’an yang
diturunkan atas ‘tujuh huruf (sab’ah ahruf) menjadi salah satu tema
kajian yang menimbulkan polemik di antara para ulama mengenai makna dari
kalimat sab’ah ahruf itu sendiri dan
korelasinya dengan cakupan mushaf Usman. Maka, pada makalah sederhana ini
kita akan melihat berbagai pandangan ulama tentang masalah sab’ah ahruf serta
melihat hikmah apa saja yang akan diperoleh
umat manusia dengan turunnya al-Quran dalam tujuh huruf.
PEMBAHASAN
A.
Dalil-dalil Turunnya Al-Quran dengan Tujuh Huruf
Terdapat sejumlah riwayat yang secara jelas menyebutkan bahwa
al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf (sab’ah ahruf). Riwayatnya
dinyatakan kuat dan bersumber dari para sahabat terkemuka yang jumlahnya cukup
banyak. Menurut Amir Abdul Aziz, jumlahnya sekitar 40 orang. Di antaranya Ubai
bin Ka’ab, Anas bin Malik Hudzaifah bin Yaman, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah
bin Abbas, dan lain-lain.[1]
Berikut riwayat yang paling masyhur tentang tujuh huruf adalah:
·
عن ابن عبّس رضي الله عنهما انّه قال : قال رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم : اقرأني جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيده ويزيدنى حتّى إنتهى إلى
سبعة أحرفٍ
Dari
Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jibril membacakan
kepadaku denagn satu huruf, kemudian aku mengulanginya (setelah itu) senantiasa
aku meminta tambah dan ia pun menambahiku samapai dengan tujuh huruf. (HR. Bukhari dan Muslim)
·
ثمّ قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : إنّ هذا القرأن أنزل على
سبعة أحرف فا قرأ وا ما تيسّر منه
Kemudian bersabda Rasulullah saw.:
sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah yang
paling mudah. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Hadits kedua ini berasal dari Umar bin Khattab yang membawa Hisyam bin
Hakim ke hadapan Rasulullah karena membaca surat al-Furqan dengan cara baca
yang tidak pernah diajarkan Rasulullah kepadanya. Hisyam pun memperdengarkan
bacaanya kepada Rasulullah, beliau berkata: “demikianlah ia diturunkan” dan
seterusnya menyambung dengan sabdanya di atas.[2]
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pembahasan mengenai turunnya
al-Quran dalam tujuh tidak lain berakar dari hadist-hadits Rasulullah yang
sangat banyak diriwayatkan oleh para sahabat. Persoalan selanjutnya adalah apa
arti dari tujuh huruf itu sendiri. Karena Rasulullah pun tidak menjelaskan
secara glambang mengenai hal ini. Kesamaran arti ini pun mendorong para ulama
untuk memberikan penafsirannya masing-masing.
B.
Pendapat Para Ulama tentang Turunnya Al-Quran dalam Tujuh Huruf
Kata sab’ah atau tujuh di sini dipahami sebagian ulama
dengan makna jumlah bilangan yang sebenarnya dan merupakan batas akhir.
Sedangkan Kata al-ahruf adalah
bentuk jamak dari kata huruf. Lafal ahruf ini memiliki banyak
arti sesui dengan konteks penggunaanya. Bisa berarti tepi sesuatu, puncak, satu
huruf ejaan, bahasa, wajh (bentuk) dan sebagainya. Dari pengertian ini
dapat kita ketahui bahwa makna tujuh huruf ini masih sangat samar, oleh karena
itu para ulama pun saling memberikan pendapatnya. [3]
Pendapat para ulama mengenai makna al-Quran turun dengan tujuh
huruf sendiri sangat banyak. Di dalam kitab Suyuthi disebutkan bahwa jumlahnya
mencapai 35 pendapat. Namun, yang akan kami bahas disini hanya pendapat yang
terkenal saja. Berikut pendapat para ulama yang masyhur mengenai makna al-Quran
turun dengan tujuh huruf, yaitu:
1.
Tujuh Macam Bahasa (Dialek) dari Bahasa Arab yang Bermakna Sama
Maksudnya adalah tujuh bahasa berbeda namun memilki makna yang
sama. Ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin,
Kinanah, Tamim, dan Yaman. Berdasarkan hal ini, jika ke tujuh bahasa tersebut
berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka al-Quran diturunkan dengan
sejumlah lafaz yang sesuai dengan bahasa-bahasa tersebut. Namun, jika perbedaan
tidak terdapat perbedaan, maka al-Quran hanya diturunkan dalam satu lafaz.[4]
Pendapat ini dipegang oleh Jumhur Ulama, Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir, Ibn
Wahb dan lainnya. Manna’ al-Qatthan sendiri berpendapat bahwa pendapat inilah
yang terkuat dan didukung oleh banyak hadits. Salah satunya,:
انّ جبريل قال: يا محمّد إقرأ القرأن على حرف فقال ميكائيل: استزده
فقال: على حرفين حتّى بلغ ستّة أو سبعة أحرف فقال: كلّها شاف كاف ما لم يختم اية
عذا با باية رحمة أو اية رحمة باية عذاب
كقولك: هلمّ و تعال و اقبل واذهب واسرع وعجل.
Jibril
mengatakan: wahai Muhammad, bacalah al-Quran dengan satu huruf. Lalu Mikail
berkata: tambahkanlah. Jirbril berkata lagi: dengan dua huruf!. Jibril terus
menambahkannya samapai dengan enam atau tujuh qiraat. Lalu ia berkata: semua
itu obat penawar yang memadai selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat
rahmat, dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat azab. Sepertti kata-kata;
haluma, ta’ala, aqbil, izhab, asra’ dan ‘ajal. (hadis Ahmad dalam Musnad)
Contoh bentuk banyak lafaz tapi satu makna dari hadits di atas
adalah, kata aqbil, ta’ala, haluma, ‘ajal dan asra’
yang menunjukkan satu makna yaitu perintah untuk menghadap.[5] Contoh lainnya adalah ketika ibnu Mas’ud
pernah membacakan seseorang: inna syajarata az-zaqqum, tha’aamul yatiim
(Qs. ad-Dhukan: 43-44). Lalu orang tersebut berkata tha’aamul yatiim,
namun bacaannya tidak lancar, dia mengulanginya lagi, tetapi lisannya tetap tidak
lancar membacanya. Ibnu Mas’ud pun bertanya: apakah kamu bisa mengucapkan tha’aamul
fajiir? Dia pun mengatakan: bisa. Ibnu Mas’ud pun berkata: katakanlah.[6]
2.
Tujuh Macam Bahasa (Dialek) dari Bahasa Arab yang dengannya
al-Quran Turun.
Maksudnya adalah kata-kata yang terdapat dalam al-Quran secara
keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa yang paling fasih dikalangan
bangsa Arab. Kebanyakan bahasa yang dipakai adalah bahasa Quraisy. Sebagiannya
lagi adalah Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman. Sebagian ulama
mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling benar karena didukung oleh al-Baihaqi
dan dipilih oleh Al-Bukhari.[7]
3.
Tujuh Wajh (Bentuk) dalam al-Quran
Maksudnya adalah tujuh macam bagian di dalam al-Quran, yaitu amr
(perintah), nahi (larangan), wa’ad (janji), wa’id
(ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal
(perumpamaan). Ada juga yang mengatakan amr, nahi, halal, haram,
muhkam, mutasyabih, dan amsal.[8]
4.
Tujuh hal yang di dalamnya Terjadi Khilaf (Perbedaan)
Tujuh perbedaan itu adalah:
·
Ikhtilaf
al-‘irab (harakat akhir kata), seperti firman
Allah مَا هذا بشراً (Yusuf: 31). Jumhur membacanya dengan nasab. Sedang Ibnu
Mas’ud membacanya dengan rafa’ ما هذا بشرٌ.
·
Ikhtilaf
al-sama (perbedaan kata benda), seperti muzakar,
muannas, mufrad, jamak dan cabang-cabangnya. Seperti firman Allah surat
al-Mu’minun: 8
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ
Dalam bentuk jamak dibaca ت أمانا sedangkan dalam bentuk mufrad
dibaca أما نة
·
Ikhtilaf
al-ibdal (pergantian huruf dengan huruf.
Seperti firman Allah surat al-Baqarah: 259
öÝàR$#ur n<Î) ÏQ$sàÏèø9$# y#ø2 $ydãų^çR
Huruf nun dapat dibaca dhammah, seperti نُنشزها ataupun
dapat pula dibaca dengan mem-fatah-kan nun, seperti نَنشزها.
·
Ikhtilaf
al-taqdim (mendahulukan) dan al-ta’khir (mengakhirkan)
yang ada kalanya berbentuk huruf, seperti firman Allah (ar-Ra’du:13), أفلم يَيْأس bisa juga dibaca أفلم
يَأْ يَس
·
Ikhtilaf
tashrif fi’il (bentuk mudhari’,
madhi, dan amr). Seperti firman Allah swt. surat al-Saba’: 19
(#qä9$s)sù $uZ/u ôÏè»t/ tû÷üt/ $tRÍ$xÿór&
Dibaca dengan me-nasab-kan ربّنا karena menjadi
munada’ dan با عد dibaca dalam bentuk perintah (fi’il
amr). Juga dibaca pula بعّد dengan membaca
fatah dan mentasydidkan huruf ‘ain dan me-rafa’-kan lafaz
ربُّنا
·
Ikhtilaf
karena
ada penambahan (ziyadah) dan pengurangan. Seperti firman Allah swt.
surat al-Lail: 3
$tBur t,n=y{ tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÈ
Dibaca والذّكر والأنثى dengan
membuang ما خلق.
·
Ikhtilaf
lahjah
seperti bacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis), imalah,
izhar, dan idgham. Seperti membaca imalah dan tidak imalah
yang terdapat pada surat an-Nazi’at: 15[9]
ö@yd y79s?r& ß]Ïym #ÓyqãB ÇÊÎÈ
Dibaca
dengan meng-imalah-kan kata أتى dan موسى
Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Qutahibah Imam ar-Razi, al-Zarqani,
Ibnu Jazari. Subhi Shalih juga mengikuti pendapat ini dan mengatakan bahwa
pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran, terutama berbedaan yang
terjadi pada lahjah (dialek). Karena ia menonjolkan hikamh besar yang
terkandung di dalam hadis Rasulullah saw. mengenai turunnnya al-Quran tujuh
huruf. Disinilah terdapat hal-hal yang meringankan dan memudahkan umat Isalm yang
terdiri dari berbagai kabilah dialek yang berbeda-beda. [10]
5.
Tujuh Qira’at
Pendapat ini mengatakan bahwa tujuh huruf adalah tujuh qiraat dan
sebagai catatan bahwasanya tidak ada di dalam al-Quran satu kata pun yang
dibaca berdasarkan sab’atu aujah (tujuh cara), kecuali sedikit, seperti wa’
abada ath-thaaghuut (al-Maidah: 60) dan fa laa taqul lahuma uffin (al-Isra:
23). Pendapat ini sangat terkenal dalam masyarakat awan, meskipun begitu Imam
suyuthi mengatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang lemah. [11]
C.
Mushaf Utsmani dan tujuh huruf
Ulama berbeda pendapat apakah mushaf Utsmani yang dijadikan
pegangan oleh umat Islam sekarang mencakup sab’ah ahruf yang bersamanya
al-Quran diturunkan ataukah tidak. Dalam menanggapi permasalahan iniada tiga
pendapat yang berkembang, yaitu:
·
Sebagian
ulama seperti fuqaha, ulama qiraah, dan mutakallimin berpendapat bahwa dalam
mushaf Utsmani mencakup tujuh huruf yang dengannya al-Quran diturunkan. Dengan
salah satu alasannya bahwa mushaf Utsmani merupakan salinan mushaf Abu Bakar
yang didalamnya mencakup tujuh huruf.[12]
·
Jumhur ulama salaf dan khalaf berpendapat
bahwa mushaf Utsmani mencakup huruf yang tujuh itu. Maknanya bahwa jumhur tidak
mengatakan mushaf Utsmani itu mencakup tujuh huruf, atau hanya mencakup satu
huruf. Tetapi rasm al-Quran yang
terdapat dalam mushaf Utsmani itu bisa dibaca dengan tujuh huruf.
·
Sebagian
ulama seperti al-Thabari dan para pengikutnya berpendapat bahwa mushaf Utmani
hanya mencakup satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya al-Quran
diturunnkan. Dengan alasan bahwa
al-Quran yang mencakup tujuh huruf hanya berlaku pada masa Rasulullah saw.
saja, kemudian pada masa Utsman dihapus enam dialek berdasarkan ijma’ para
ulama.[13]
D.
Hikmah Turunnya Al-Quran Tujuh Huruf
Manna’ al-Qatthan menyebutkan bahwa hikmah diturunkan al-Quran
dengan tujuh huruf adalah:
·
Untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi yang setiap kabilahnya
memiliki dialek yang beragam.
·
Bukti
kemukjizatan al-Quran bagi naluri atau watak dasar kebahsaan orang Arab.
·
Bukti
kemukjizatan al-Qura’n dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Karena perubahan
bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-katanya memnberi peluang yang luas
untuk disimpulkan hukum yang ada padanya.[14]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa tema mengenai
turunnya al-Quran tujuh huruf telah menarik perhatian para ulama untuk
memberikan pendapatnya mengenai makna tujuh huruf. Permasalahan ini tidak lain
bermuara dari banyaknya hadits yang sahih mengenai turunnya al-Quran dengan
tujuh huruf bahkan banyak para sahabat yeng meriwayatkannya hadist-hadits
tersebut. Rasulullah saw. sendiri pun tidak memberikan penjelasan mengenai
makna tujuh huruf tersebut.
Jumlah pendapat tersebut pun mencapai 35 pendapat, namun yang perlu
kita ketahui disini adalah bahwa hadits tersebut sangat sukar untuk diketahui
maknanya. Hasil ijtihadi masih memiliki nilai kebenaran yang relatif.
Sehingga bisa kita simpulkan bahwa pendapat ulama dalam memaknai tujuh huruf di
sini memang saling tumpang tindih. Saling membenarkan satu sama lain karena didasari
pada riwayat yang sahih. Terutama pendapat jumhur ulama dan pendapat ar-Razi
yang kemudian direduksi kembali oleh al-Zarqani. Kedua pendapat ini memang yang
paling masyhur dan yang paling mendekati kebenaran menurut para ulama yang
meyakininya.
Pada akhirnya kita hanya sampai pada peryataan bahwa hanya Allah
sajalah yang Maha Mengetahui apa sebenarnya arti dari sab’ah ahruf itu
sendiri. Pelajaran terbesar yang dapat kita ambil adalah turunnya al-Quran
tujuh huruf ini merupakan bukti kemukjizatan al-Quran bagi umat Islam dengan memberikan
keringanan serta kemudahan pada umatnya dalam membaca dan menghafal serta
memahami kandungan ayat-ayat al-Quran. Wallahu a’lam bissawab.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Ash-Shabuni.
1998. Studi Ilmu al-Quran. terj. Aminuddin. Bandung: Pustaka Setia.
Imam Jalaluddin
Suyuthi. 2008. Studi Al-Qur’an
Komprehensif: Al-Itqan fii ‘Ulul Al-Quran Jilid I. terj. Tim Editor Indiva.
Surakata: Indiva Pustaka.
Kamaluddin
Marzuki. 1994. Ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Manna’
Khalil al-Qatthan. 2007. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. terj. Mudzakkir AS.
Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.
Mohammad Nur
Ichwan. 2002. Memahami Bahasa al-Quran: Refleksi Persoalan Linguistik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ramli
Abdul Wahid. 2002. Ulumul Qura’an I. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Subhi
Salih. 2004. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Tim Pustaka
Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus.
[1] Kamaluddin
Marzuki, Ulumul Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994)
[3] Ramli Abdul
Wahid, Ulumul Qura’an I,… h. 153
[4] Mohammad Nur
Ichwan, Memahami Bahasa al-Quran: Refleksi Persoalan Linguistik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) h. 313
[5] Manna’ Khalil
al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Muzakir AS., (bogor: Pustaka
LIntera AntarNusa: 2007) h. 234
[6] Imam
Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an
Komprehensif: Al-Itqan fii’ Ulum Al-Quran
Jilid I, terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008)
h. 202-203
[7] Ali
Al-Shabuni, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998) h. 362
[8] Manna’ Khalil
al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran,… h. 230
[9] Ali
Al-Shabuni, Studi Ilmu al-Quran… h. 363-366
[10] Subhi
al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Tim Pustaka Firdaus,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) h. 146
[11] Imam
Jalaluddin Suyuthi, Studi Al-Qur’an
Komprehensif… h. 199 dan 209
[12] Mohammad Nur
Ichwan, Memahami Bahasa al-Quran… h. 321
[13] Ali
Al-Shabuni, Studi Ilmu al-Quran… h. 368
[14] Manna’ Khalil
al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran,… h. 245-246
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam readers.....ini adalah blog sederhanaku. Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa berikan komentarmu untuk postinganku ya, karena apa yang aku tulis disini tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangnnya^^