Ilmu Gharib al-Qur’an

KATA دعاء
DAN PENGGUNAANNYA DALAM AL-QURAN

oleh:
Zunnayana Fairuz
Jurusan: UTH - UQ / Ushuluddin
Dosen Pembimbing: Ummul Aiman, MA




PENDAHULUAN

Tidak diragukan lagi bahwa al-Quran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu merupakan mukjizat teragung dan terbesar yang akan berlaku sepanjang masa. Ibarat berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisinya, begitulah al-Quran dengan ragam keistimewaannya mampu menggugah setiap jiwa manusia.
Namun, al-Quran bagi umat Islam seharusnya tidak hanya difungsikan sebagai mukjizat saja, melainkan sebagai petunjuk yang membimbing umat manusia dalam mengarungi setiap lika-liku kehidupannya. Petunjuk itu dapat diraih dengan membaca setiap untaian kata al-Quran yang tidak hanya indah namun sarat akan makna. Seperti itulah kata doa. Doa yang lazimnya diartikan sebagai permohonan, ketika digunakan oleh al-Quran dapat melahirkan makna-makna yang lain, seperti panggilan, pertolongan dan lain-lain. Maka, fokus utama pembahasan makalah ini adalah mengenai penggunaan kata doa dengan melihat berbagai contohnya dalam al-Quran disertai dengan penafsiran para mufassir tentang makna kata ini. 

PEMBAHASAN
A.                     Definisi Kata دعاء
Secara bahasa, kata دعاء merupakan bentuk isim masdar yang berakar dari kata دعا – يدعو – دعاءً و دعوى. kata دعا bermakna ناداه (menyeru/memanggilnya), رغب إليه (memohon sungguh-sungguh), إستعا نه (meminta tolong padanya), سمّاه به (menamainya). Kata دعا juga bisa melahirkan makna baru saat dirangkai dengan kata yang lain, contohnya seperti:
·           دعا به           : إستحضره (memintanya datang)
·           دعا دعاء له      : رجا له الخير(mendoakan kebaikan baginya)
·           دعا عليه         : طلب له الشّر(mendoakan keburukan baginya)
·           دعا إليه                   : طلب إليه (meminta kepadanya) [1]      
Imam al-Jauzy mengatakan bahwa doa ialah
الدّعاء هو طلب الأدنى من الأعلى تحصيل الشيء[2]
Permohonan dari bawah ke atas yang menghasilkan sesuatu.
Doa secara syar’i adalah permohonan kepada Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan kemashalatan yang berada di sisi-Nya. Sedangkan sikap khusyu’ dan tadharru’ dalam menghadapkan diri kepada-Nya merupakan hakikat pernyataan seorang hamba yang sedang mengharapkan tercapainya sesuatu yang dimohonkan.[3]
Jumhur menyatakan bahwa doa adalah tingkat kehambaan yang paling penting dengan dalil firman Allah swt, “berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (al-Mu’min: 60).  Rasulullah saw juga bersabda, doa itu adalah ibadah. Doa merupakan ibadah karena ia adalah ma’rifah yang menuntut orang yang berdoa itu mengenal Tuhannya sepenuhnya, bahwa Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu dan yang Tinggi di atas hamba-hamba-Nya.[4]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan secara umum bahwasanya doa adalah permohonan hamba yang disertai dengan rasa tunduk dan ikhlas kepada Allah swt untuk mendapatkan segala kebaikan dan kemaslahatan dari-Nya. Dengan berdoa, maka seorang hamba mengimani bahwa hanya Allah lah yang mampu berkuasa atas segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.

B.                     Penggunaan Kata دعاء dalam al-Quran
Dalam kitab al-Itqan fi al-‘Ulum al-Quran, Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyebutkan bahwa kata doa memiliki enam makna, yaitu al-ibadah, al-qaul, an-nida’, al-isti’anah, as-sual, dan at-tasmiyah.[5] Sedangkan Imam Jamaluddin al-Jauzy dalam kitabnya, Nuzhah al-‘Ayun an-Nawazir fi ‘Ilmi al-Wujuh wa an-Nazhair memberikan tujuh makna untuk kata doa, lima makna di antaranya sama persis seperti yang telah disebutkan dalam kitab al-Itqan fi al-‘Ulum al-Quran sementara dua maknanya lagi yaitu al-istifham dan al-‘azab tidak terdapat dalam kitab tersebut.[6]
Senada dengan Imam al-Jauzy, Husain Ibnu Muhammad al-Damaghaniy dalam kitabnya, Qamus al-Quran aw Ishlah al-Wujuh wa an-Nazhair fi al-Quran al-Karim juga menyebutkan tujuh makna dari kata doa.[7] Hanya saja, dalam kitab ini salah satu makna kata doa dimaknai dengan al-istighatsah, sedang dalam kitab Nuzhah al-‘Ayun dimaknai dengan al-isti’anah. Sehingga, jumlah keseluruhan dari makna kata doa ini adalah sembilan makna.
Namun, dalam makalah ini, pemakalah hanya akan fokus membahas lima makna saja dari sembilan makna doa yang telah disebutkan tadi. Berikut makna-makna dari kata doa yang digunakan dalam al-Quran, di antaranya:
1.             دعاء bermakna العبادة (menyembah)   
Ÿwur äíôs? `ÏB Èbrߊ «!$# $tB Ÿw y7ãèxÿZtƒ Ÿwur x8ŽÛØtƒ ( bÎ*sù |Mù=yèsù y7¯RÎ*sù #]ŒÎ) z`ÏiB tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÉÏÈ  
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. (Yunus: 106)
Ayat ini mengukuhkan larangan mempersekutukan Allah sambil mengungkapkan alasan mengapa perbuatan syirik ini sangat tercela dengan menyatakan:  Dan janganlah kamu menyembah sesuatu selain Allah yang Maha Esa dan Mahakuasa itu apa yang tidak memberi manfaat kepadamu walau menyembahnya, dan tidak pula memberi mudharat kepadamu walau kamu tidak menyembahnya; sebab jika kamu berbuat yang demikian itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim yang menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Saat menguraikan doa kepada para berhala, ayat ini menggunakan kata (ما)  ma pada firman-Nya ما لا ينفعك. Seperti diketahui, kata (ما)  ma digunakan untuk menunjuk sesuatu yang tidak berakal. Jadi, yang disembah oleh kaum musyrikin adalah sesuatu yang tidak memiliki akal dan rasa. Oleh karena itu, selain tidak wajar disembah, juga pasti ia tidak akan mampu memberikan manfaat dan mencegah mudharat sehingga segala bentuk ibadah dan pengabdian kepada “apa pun” pasti tidak akan berguna.[8]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa maksud kata doa pada ayat ini adalah al-ibadah (menyembah) yaitu jangan menyembah selain dari pada Allah, yakni sesuatu yang tidak memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan mudharat bagi manusia. Karena beribadah atau menyembah Allah yang sebenarnya berarti وحده وخدمه وخضع و ذلّ و طاع له (meng-Esa-kan-Nya, mematuhi-Nya, tunduk dan taat hanya kepada-Nya).[9]

2.             دعاء bermakna السؤال (permintaan/permohonan)
سأل – يسأل – سؤالا : طلب ، إستعطى ، إستدعى[10] (meminta, minta sedekah, menyeru)
Firman Allah swt:
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah: 186)
Ulama berbeda pendapat mengenai asbabub nuzul dari ayat ini. Sebagian mereka mengatakan, ayat ini turun ketika ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw: wahai, Muhammad, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik kepada-Nya ataukah Dia jauh sehingga kita menyeru-Nya? Maka turunlah firman Allah: إذا سألك عبادي عنّى فإنّي قريب.[11]
Maksud “dekat” pada kalimat فإنّي قريب yakni, Aku mengetahui keadaan mereka, mendengar ucapan mereka, dan melihat perbuatan mereka. Dalam ayat lain yang serupa, “…dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”. (Qaf: 16) Jadi, tidak ada penghalang antar Aku dan siapapun dan Aku mengabulkan doa orang yang berdoa secara tulus kepada-Ku tanpa perantara dan ia mengiringi doanya dengan amal shaleh yang ikhlas karena Allah swt.[12]
أجيب دعوة الدّاع إذا دعان maksudnya ialah Aku menerima ibadah orang-orang yang beribadah kepada-Ku. Maka, doa di sini bermakna ibadah dan ijabah bermakna penerimaan ibadah itu. Ada juga yang berpendapat bahwa makna doa di sini adalah Allah akan memperkenankan doa orang-orang yang berdoa kepada-Nya sesuai yang Dia kehendaki.[13] فايستجيبوا لي maknanya, hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dengan penuh ketaatan. Sebagian mufassir memaknainya dengan hendaklah mereka berdoa kepada-Ku. Pendapat ini juga menafsirkan واليؤمنوا بي dengan hendaklah mereka beriman kepada-Ku bahwa Aku mengabulkan doa mereka. Adapun firman-Nya, لعلّهم يرشدون artinya agar mereka mendapat petunjuk.[14]
Imam al-Qurthubi menyebutkan bahwa pengabulan doa memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berdoa, isi doa itu sendiri, dan waktu di mana doa dipanjatkan. Di antara syarat-syarat orang yang berdoa adalah ia harus mengetahui bahwa tiada yang kuasa mengabulkan doanya kecuali Allah swt. Segala perantara dalam genggaman-Nya dan tunduk pada ketentuan-Nya. Dia harus berdoa dengan niat tulus dan hati yang fokus, karena Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai. Ia tidak memakan makanan yang haram dan tidak bosan berdoa.
Di antara syarat perkara yang diminta adalah perkara tersebut termasuk hal-hal yang boleh diminta dan dikerjakan oleh agama. Sebagaimana sabda Rasulullah, “selama dia tidak berdoa dengan dosa atau memutuskan silahturrahmi”. Dosa di sini adalah semua perbuatan yang menyebabkan dosa, dan silahturrahmi di sini ialah mengganggu semua hak kaum muslimin.
Syarat-syarat doa menurut Sahl bin Abdullah at-Tusturi ada tujuh, yaitu tadharru’ (merendahkan diri), takut, harap, konsisten, khusyu’, umum, dan memakan makanan yang halal.[15] Syarat yang terakhir adalah waktu mustajabah saat doa dipanjatkan, seperti waktu sahur, berbuka puasa, antara azan dan iqamah, ketika turun hujan, antara shalat zhuhur dan asar pada hari Rabu, bepergian, sakit, saat-saat genting, dan saat berbaris di medan perang. Semua ini dijelaskan dalam sejumlah hadits.[16]
Dari uraian penafsiran di atas dapat dipahami bahwa makna doa pada ayat ini adalah as-sual (permohonan) di mana setiap permohonan yang dipanjatkan oleh seorang hamba yang tulus dan ikhlas beribadah kepada Allah akan dikabulkan oleh-Nya. Tetapi, permohonan itu adakalanya langsung diberikan di dunia, atau pun disimpan oleh Allah di akhirat nanti. Seperti  pernyataan Quraish Shihab bahwa kalau pun apa yang dimohonkan tidak sepenuhnya tercapai, namun dengan doa tersebut seseorang telah hidup dalam suasana optimisme, harapan, dan tentu saja tidak diragukan lagi telah memberikan pengaruh yang sangat baik dalam kehidupannya.

3.             دعاء bermakna   القول(ucapan/perkataan)
Firman Allah swt:
öNßg1uqôãyŠ $pkŽÏù šoY»ysö6ß §Nßg¯=9$# öNåkçJ§ÏtrBur $pkŽÏù ÖN»n=y 4 ãÅz#uäur óOßg1uqôãyŠ Èbr& ßôJptø:$# ¬! Éb>u šúüÏJn=»yèø9$# ÇÊÉÈ  
Doa mereka di dalamnya ialah: ‘subhanaka Allahumma’, dan salam penghormatan mereka ialah: ‘salam’, dan penutup doa mereka ialah: ‘Alhamdu lilaahi Rabb al-'alamin’. (Yunus: 10)
Ayat di atas merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yaitu ayat sembilan yang menceritakan perihal kondisi orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dengan mengerjakan segala amal shaleh. Maka, Allah pun membimbing mereka menempuh shirath al-mustaqim hingga akhirnya mereka selamat masuk ke dalam surga.[17] Di dalamnya, mereka selalu menyucikan Allah swt. sambil berkata: subhanaka Allahumma dan salam penghormatan mereka kepada Allah, malaikat, dan sesama penghuni surga ialah: salam kedamaian serta penutup doa mereka ialah: Alhamdu lilaahi Rabb al-'alamin.[18]
Kata دعواهم ada yang memahaminya dalam arti ibadah. Maksudnya, meskipun tidak ada lagi kewajiban beribadah kepada Allah, namun kelezatan beribadah dan zikir yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman dalam kehidupan duniawi mendorong mereka untuk tetap melakukannya di hari kemudian atas kehendak sendiri. ibadah yang berbentuk zikir itu seperti yang dicerminkan oleh ucapan mereka subhanaka Allahumma. Namun, ar-Razi menilai pendapat ini lemah, sebab adanya kata Allahumma, menurut beliau adalah bukti kuat bahwa kata da’wahum lebih tepat dimaknai dengan doa. Meskipun begitu, Quraish Shihab tidak menganggap kedua pendapat ini saling bertentangan. Karena doa adalah bagian dari ibadah, bahkan dalam sebuah hadits, doa adalah saripati ibadah (HR. Tirmidzi).[19]
Pemakalah memahami makna doa di sini dengan al-qaul yaitu ucapan atau perkataan para ahli syurga yang berupa subhanaka Allahumma, salam, dan Alhamdu lilaahi Rabb al-'alamin. Kalimat-kalimat ini mereka ucapkan saat memuji Allah, memperoleh nikmat surgawi, serta saat menyapa malaikat dan para ahli syurga lainnya.

4.             دعاء bermakna  النداء(seruan/panggilan)
Firman Allah swt:
tPöqtƒ öNä.qããôtƒ šcqç7ÉftGó¡tFsù ¾ÍnÏôJpt¿2 tbqZÝàs?ur bÎ) óOçFø[Î6©9 žwÎ) WxÎ=s% ÇÎËÈ  
Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (al-Isra’: 52)
Ayat ini menggambarkan pemandangan yang akan terjadi pada hari kebangkitan. Di mana orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan, tatkala mereka bangkit berdiri lalu berjalan memenuhi panggilan sang pemanggil, mereka melafalkan kata pujian kepada Allah. Sebuah jawaban yang unik memang, dari mereka yang dulunya ingkar terhadap Allah dan hari kiamat tidak memiliki jawaban atas seruan tersebut selain kata-kata Alhamdulillah, alhamdulillah.[20]
Dari keterangan penafsiran ini, jelas bahwasanya makna doa dalam ayat ini adalah an-nida’ (panggilan atau seruan), yaitu pada hari di mana manusia akan diseru oleh Allah swt melalui para penyeru-Nya.

5.             دعاء bermakna الإستعانة (meminta pertolongan)
Firman Allah swt:
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ  
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), Buatlah. satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (al-Baqarah: 23)
Ayat ini berisi perihal tantangan Allah swt terhadap orang-orang yang masih saja meragukan kebenaran al-Quran, sebagaimana diisyaratkan oleh penggunaan kata (إن) in yang diterjemahkan di atas dengan jika. Padahal bukti-bukti kebenaran al-Quran sebagai kitab petunjuk sudah sedemikian jelas disampaikan oleh Allah swt. Sehingga tidak ada jalan lain untuk meyakinkan mereka yang ragu kecuali dengan mengajukan tantangan, yaitu membuat satu surat saja yang hampir semisal dengan al-Quran walau tidak sepenuhnya sama.[21]
Makna وادعوا ialah mintalah pertolongan. Adapun شهداء adalah bentuk jamak dari kata شهيد yang berarti orang yang menyaksikan sesuatu untuk membuktikan kebenaran pengakuan pihak lain dan bisa juga berarti penonton bagi sesuatu. Ath-Thabari mengutip penafsiran Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa makna وادعوا شهدائكم من دون الله ان كنتم صادقين adalah penolong-penolong kalian atas pendirian kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar. Maka, makna potongan ayat ini adalah minta tolonglah untuk mendatangkan sebuah surat yang semisalnya kepada para penolong kalian yang membantu kalian dalam mendustakan Allah dan rasul-Nya.[22]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa makna doa dalam ayat ini adalah isti’anah (pertolongan) di mana Allah memberikan kebebasan bagi mereka yang ragu terhadap al-Quran untuk meminta pertolongan kepada para penolong mereka agar dapat membuat yang semisal dengan al-Quran. Meskipun pada akhirnya mereka gagal melayani tantangan tersebut, ayat ini telah memberikan gambaran nyata betapa ingkarnya mereka terhadap kalam Allah swt.










PENUTUP
A.                     Kesimpulan
Secara umum, doa adalah setiap permohonan hamba yang disertai dengan rasa tunduk dan ikhlas kepada Allah swt untuk mendapatkan segala kebaikan dan kemaslahatan dari-Nya. Sebagaimana sabda Nabi saw bahwa doa adalah saripati ibadah. ini menunjukkan kedudukan doa dalam Islam sangat penting. Pada saat berdoa seorang hamba berinteraksi langsung dengan Rabb-nya tanpa dibatasi oleh hijab. Allah menganjurkan para hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya dan menjamin akan memperkenankan permintaan hamba-Nya itu. Sungguh, ini adalah bentuk karunia dan kemurahan dari Allah kepada para hamba-Nya, tidak ada yang kuasa kecuali Allah swt.
Berdasarkan pendapat para ulama, kata doa dalam al-Quran digunakan dalam beberapa makna lain, seperti al-ibadah (menyembah), al-qaul (ucapan), an-nida’ (panggilan), al-isti’anah (meminta pertolongan), as-sual (permohonan), at-tasmiyah (memberi nama), al-istifham, al-‘azab, dan al-istighatsah. Lima dari sembilan makna yang ada, telah pemakalah uraikan dalam makalah ini, yaitu:
v     doa bermakna al-ibadah (menyembah) pada surat Yunus: 106
v     doa bermakna al-qaul (ucapan) pada surat Yunus: 10
v     doa bermakna an-nida’ (panggilan) pada surat al-Isra’: 52
v     doa bermakna al-isti’anah (meminta pertolongan) pada surat al-Baqarah: 23
v     doa bermakna as-sual (permohonan) pada surat al-Baqarah: 186
Kelima makna di atas, pada intinya memiliki makna yang sama yakni, meminta, memohon dan memanggil. Hanya saja, setiap makna ini memiliki penekanan dan tujuan yang berbeda tergantung dari konteks ayat al-Quran. Inilah kemukjizatan al-Quran. Satu kata nan singkat namun mampu menampung banyak makna, memuaskan jiwa siapa saja yang membacanya. Wallahu’alam.


DAFTAR PUSTAKA
Abi Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari. 1990. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Quran Juz 1. Kairo: Dar al-Kutub
Abi Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari. 1990. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Quran Juz 3. Kairo: Dar al-Kutub
Abu Naufal al-Mahalli. 2005. Doa yang Didengar Allah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Juz 11, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Husain Ibnu Muhammad al-Damaghaniy. 1983. Qamus al-Quran aw Ishlah al-Wujuh wa an-Nazhair fi al-Quran al-Karim. Beirut: Dar al-‘Ilmi.
Imam Al-Qurthubi. 2007. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. terj. Fathurrahman dan Ahmad Hotib. Jakarta: Pustaka Azam.
Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi. 2004. al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Jamaluddin Abi al-Faraj ‘Abdurrahman Ibnu al-Jauzy. 1987. Nuzhah Al-‘Ayun An-Nawadhir fi ‘Ilmi Al-Wujuh wa an-Nadhair. Beirut: Muassasah al-Risalah,.
Louis Ma’kif. 2007. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq.
Quraish Shihab. 2012. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1. Jakarta: Lentera Hati.
Quraish Shihab. 2012. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 5. Jakarta: Lentera Hati.
Sayyid Quthb. 2003. Tafsir Fi-Zilalil Qur’an Jilid 7. Terj. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani.
Wahbah az-Zuhaili. 2009. Tafsir al-Munir Fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj al-Mujallad I. Dimasyqi: Dar al-Fikr. 




[1] Louis Ma’kif, al-Munjid fi al-Lughati  wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2007) h. 216
[2] Jamaluddin Abi al-Faraj ‘Abdurrahman Ibnu al-Jauzy, Nuzhah al-‘Ayun an-Nawazir fi ‘Ilmi al-Wujuh wa an-Nazhair, (Beirut: Muassisah, al-Risalah, 1987) h. 292
[3] Abu Naufal al-Mahalli, Doa yang Didengar Allah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005) h. 23
[4] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir Fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj al-Mujalladu I, (Dimasyqi: Dar al-Fikr, 2009) h.  519-520
[5] Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2004) h. 217 
[6] Jamaluddin Abi al-Faraj ‘Abdurrahman Ibnu al-Jauzy, Nuzhah al-‘Ayun, …, h. 293-295
[7] Husain Ibnu Muhammad al-Damaghaniy, Qamus al-Quran aw Ishlah al-Wujuh wa an-Nazhair fi al-Quran al-Karim, (Beirut: Dar al-‘Ilmi, 1983) h. 173
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 5, (Jakarta: Lentera Hati, 2012) h. 526
[9] Louis Ma’kif, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam,…,  h. 383
[10] Louis Ma’kif, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam,…, h. 316
[11]  Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir,…, h. 515
[12] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir,…, h. 517-518
[13] Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2, terj. Fathurrahman dan Ahmad Hotib, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007) h. 701 dan 704
[14]Abi Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Quran Juz 3, (Kairo: Dar al-Kutub, 1990) h. 225-227
[15] Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2,…, h. 707-708
[16] Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2,…, h. 711
[17] Abul Fida Isma'il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 11, terj. Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003) h. 149-150
[18] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,…, h. 341
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,…, h. 344
[20] Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al-Quran Jilid 7, terj. As’ad Yasin, dkk.,(Jakarta: Gema Insani, 2003) h. 226
[21] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2012) h. 152
[22] Abi Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Quran Juz 1, (Kairo: Dar al-Kutub, 1990) h. 399-401

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam readers.....ini adalah blog sederhanaku. Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa berikan komentarmu untuk postinganku ya, karena apa yang aku tulis disini tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangnnya^^